Sebenarnya, jika kita cermati, kerusuhan Mei ’98 telah dimulai sejak 2 Mei 1998 di Medan, Sumatera Utara. Saat itu, terjadi demontrasi mahasiswa yang berakhir bentrokan. Peristiwa ini kemudian berlanjut hingga tanggal 4, Sebenarnya, jika kita cermati, kerusuhan Mei ’98 telah dimulai sejak 2 Mei 1998 di Medan, Sumatera Utara. Saat itu, terjadi demontrasi mahasiswa yang berakhir bentrokan. Peristiwa ini kemudian berlanjut hingga tanggal 4, sekelompok pemuda melakukan dan pembakaran di beberapa titik/daeah di Medan. Massa yang berada di sekitarnya terpancing untuk melakukan perusakan beberapa bangunan dan menyerang aparat keamanan. Saat itu, sentimen anti polisi berkembang sehingga beberapa kantor dan pos polisi menjadi sasaran amuk massa. Mahasiswa berusaha mengendalikan situasi gagal karena telah amuk massa telah meluas.
Setelah peristiwa Trisakti terjadi, Jakarta menjadi kota yang mencekam. Jauh hari sebelumnya, isu bahwa akan terjadi kerusuhan besar sudah santer di kampung-kampung. “Saya udah denger sih beberapa hari sebelumnya kalo’ mo’ ada kerusuhan, tapi nggak kebayang anak saya jadi korban” ungkap salah satu ibu korban di bilangan Klender. Demikian halnya dengan isu yang berbau anti cina mulai terdengar beberapa minggu sebelumnya, walaupun hanya dari mulut ke mulut. Isu-isu tersebut disebarkan oleh orang yang tidak dikenal dan bukan berasal dari kampung tersebut.
Keesokan hari setelah terjadinya penembakan terhadap mahasiswa di Usakti, bilangan Slipi mulai “panas” dengan aksi yang dilakukan oleh massa yang tidak dikenal. Mereka mulai melakukan pelemparan dan pembakaran ban di jalan. Aksi yang serupa terjadi dibeberapa daerah dalam waktu yang serempak. Sekitar pukul 10.00 – 13. 00, Cipulir, Salemba, Jatinegara, Klender, Tangerang, Cikini, Slipi, Pasar Minggu dan Tanah Abang mulai terjadi pelemparan yang dilakukan oleh sekelompok remaja berpakaian sekolah.
Menurut data dari Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRK) dan diperkuat hasil penyelidikan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) , kelompok tersebut sangat sulit di identifikasi namun mempunyai banyak kesamaan, yaitu: a. berpakaian seragam sekolah b. berbadan tegap, ramput cepak, memakai sepatu boot (militer) dengan wajah sangar c. mempersiapkan berbagai perlengkapan kerusuhan seperti batu, cairan pembakar dan alat pembakar, mereka di tempatkan dengan menggunakan alat transportasi seperti truk dan kendaran bermotor lainnya.
Pola kerusuhan yang terjadi adalah setelah melakukan pelemparan, mereka kemudian melakukan perusakan beberapa toko yang dilanjutkan dengan melakukan penjarahan sambil berteriak mengajak massa lainnya untuk masuk. Massa -masyarakat yang menonton- kemudian ikut melakukan penjarahan. Beberapa barang dikeluarkan kemudian dibakar oleh sekelompok orang. Setelah massa tersebut mulai masuk, kelompok yang tadi memulai kemudian mundur dan menghilang. Di beberapa daerah seperti Pasar Minggu dan Klender, pembakaran dilakukan oleh kelompok yang tidak dikenal tersebut dengan menyiramkan bensin dan kemudian membakarnya.
Peristiwa ini terus berlangsung hingga tanggal 15, dimana terjadi juga peristiwa perkosaan dan pelecehan seksual terhadap perempaun yang mayoritas berasal dari etnis Tionghoa. Peristiwa ini tidak dapat dipaparkan karena data yang dimiliki saat ini masih sangat minim dan sangat sensitif. Namun, bukan berarti bahwa peristiwa ini tidak terjadi atau tidak dapat dibuktikan.
Aparat keamanan yang sebelumnya begitu “tegas” menindak setiap aksi yang terjadi, seperti menghilang saat terjadinya peristiwa ini. Konsentrasi aparat keamanan terlihat di daerah Menteng, Cilangkap dan beberapa wilayah Sudirman. Terdapat beberapa fakta yang membuktikan bahwa terjadi penarikan pasukan ke Mabes TNI dan pasukan bantuan dari luar Jakarta tidak langsung diturunkan untuk mengamankan kota. Kerusuhan ini tampak seperti di biarkan terjadi tanpa ada usaha untuk mencegahnya
Korban
Pada Kerusuhan Mei, Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRK) mencatat korban yang jatuh berjumlah 1.190 orang akibat ter/di-bakar, 27 orang akibat senjata/dan lainnya, 91 luka-luka. Angka di atas belum termasuk korban kekerasan seksual di beberapa kota.
inilah hipotesis ayah saya
Sebelum kerusuhan Mei 1998: Soeharto telah memerintahkan menantunya
Prabowo untuk membereskan aktivis2 dari mahasiswa, LSM, dll yang telah
merongrong wibawanya.
- Prabowo melaksanakan dengan melakukan penculikan, intimidasi, dan
pembunuhan para aktifis dan mahasiswa “militan” itu, dilaksanakan oleh
pendukung setianya seperti: Kivlan Zein (dijuluki Mayjen “Kunyuk” oleh Gus
Dur), Muchdi, Sjafrie Syamsuddin, Zakky Makarim, dll. Didukung oleh Feisal
Tandjung.
Sampai pada puncaknya demonstrasi gabungan oleh mahasiswa Trisakti yang
sangat menghujat Soeharto dengan tulisan2 di tembok2 kampus, jembatan layang
grogol (“$oeharto anjing”, “koruptor bangsa”, “Gantung $oeharto", dll).
Soeharto habis kesabarannya sehingga menyuruh Wiranto dan Prabowo
"membereskan” mahasiswa Trisakti dan menghentikan demonstrasi mereka dengan
segala cara.
- Wiranto dan Prabowo menyusun rencana untuk menghentikan demonstrasi
mahasiswa dengan cara: pertama-tama Soeharto harus ke luar negeri dulu
(Mesir) agar dia punya alibi di mata internasional, bahwa bukan dia
penggagas-nya, lalu mereka menyiapkan sniper / penembak jitu di jembatan
layang grogol yang menyamar sebagai Brimob dan menembak beberapa mahasiswa
Trisakti yang sedang berdemo di kampus – dilaksanakan tanggal 12 Mei 1998.
- Besoknya (tgl 13 Mei 1998) dilaksanakan kerusuhan terbatas sekitar
Trisakti / Daan Mogot dan Kyai Tapa dengan memakai preman2, pasukan Tidar
(drop out Akabri yang direkrut Prabowo) yang menyamar memakai baju seragam
SMA dan jaket almamater Trisakti membakar pom bensin dan toko-toko (lihat
laporan Tim Relawan dan TGPF). Mereka sebelumnya sudah berteriak2 memanggil
mahasiswa2 di dalam kampus untuk bergabung ke jalan, namun ditolak oleh
mahasiswa (menurut kesaksian mahasiswa2). Berikutnya pos2 polisi dibakar
juga beberapa buah, untuk membuktikan bahwa “mahasiswa/rakyat” membalas
dendam atas “kebringasan polisi menembak mahasiswa”.
- Pos-pos polisi juga dibakar (polisi yang sudah tahu, telah mengungsi dan
membiarkan pos-nya kosong) untuk menanamkan kepercayaan bahwa “mahasiswa dan
masyarakat membalas dendam atas tertembaknya mahasiswa Trisakti”.
- Direncanakan setelah itu kerusuhan dipadamkan dengan korban yang cukup
besar (nyawa dan harta benda), sehingga segala demonstrasi mahasiswa akan
dilarang secara hukum karena mahasiswa2 demonstran itu "telah mengakibatkan
ekses kerusuhan", dan kehancuran aset dan kehilangan nyawa manusia.
- Pada saat itu Prabowo mempunyai rencana/agenda tersendiri untuk mencapai
cita2nya untuk menjadi Pangab dan menggeser Wiranto.
- Hal ini sudah direncanakan jauh2 hari namun saat itulah yang paling tepat
untuk dilakukan, bersama-sama dengan geng-nya seperti yang disinyalir oleh
Gus Dur sebagai “otak kerusuhan” berinisial ES (Eggy Sudjana), AS (Adi
Sasono), Fadli Zon, Gogon (Ahmad Soemargono - KISDI), dll.
- Prabowo segera menghimpun anak-buahnya pasukan Tidar, pencak silat Kisdi,
preman2 Cengkareng, Tanah Abang, Pemuda Pancasila, dll untuk melaksanakan
proyeknya berupa pembakaran Glodok building, Harco, Orion plaza dan
sekitarnya juga diperluas sampai ke Mall2 di seluruh Jakarta disertai
pembakaran hidup2 lebih dari 1000 orang untuk mendramatisasi keadaan yang
kacau.
- Pemerkosaan terhadap perempuan2 etnik Cina dilakukan untuk “shock therapy”
agar sebagian besar orang Cina kabur ke luar negeri atau bersembunyi. Juga
agar jika ada saksi mata orang Cina yang masih hidup, dapat diancam (karena
sebagian data2 dirinya, KTP diambil), dipermalukan dll. Setelah itu jika
mereka takut kembali, aset-asetnya dapat disita.
- Setelah Prabowo nantinya “berkuasa” akan diterapkan sistem ekonomi
rasialis/diskriminatif ala Malaysia, karena dianggap “masyarakat juga
membenci orang2 Cina yang menguasai ekonomi”). Beberapa minggu sebelumnya
mereka telah beraudiensi ke UMNO (lihat berita suratkabar akhir April 1998).
Bukan kebetulan jika “kerusuhan rasialis” yang direkayasa UMNO/Mahathir
adalah tanggal 13 MEI 1969! (lihat tulisan Duncan Campbell, “When Mobs turn
on the merchants”). Setelah itu mereka bisa memelihara beberapa oknum
pengusaha Cina dan suku2 lainnya yang mau berkolaborasi (KKN) dengan mereka.
- Tujuan lain Prabowo dengan memperluas kerusuhan adalah untuk
mendiskreditkan Wiranto agar dianggap tidak becus oleh Soeharto dalam
mengisolasikan kerusuhan sehingga Wiranto diturunkan dan diganti Prabowo
yang seolah-olah melalui anak buahnya Sjafrie Sjamsuddin (Pangdam V Jaya
waktu itu) berhasil mengatasi situasi di hari ke-4 dengan berkeliling naik
panser.
- Wiranto yang pada waktu kerusuhan tidak mendapat pasukan segera mengontak
anak buah setianya Djaja Suparman dari Kodam Siliwangi untuk mensuplai
pasukan, dan terbang ke Malang. Sjafrie S telah mengacak-acak keberadaan
pasukan Kodam V dan sebagian disuruh berdiam di markas, sementara pasukan
Kostrad di bawah kendali Prabowo, sehingga tidak cukup suplai pasukan bagi
Wiranto untuk memadamkan kerusuhan yang telah “merembet ke seluruh Jakarta”.
- Soeharto pulang dari Mesir dan langsung memanggil mereka.
- Namun situasi sudah keburu memanas di mana gabungan kekuatan mahasiswa
telah bergerak menduduki gedung DPR/MPR
- Ketua MPR Harmoko “berkhianat” bersama-sama dengan wakil2nya (Syarwan
Hamid, dll) menganjurkan Soeharto agar turun tahta. Dia sakit hati karena
rumahnya di Solo juga dibakar.
- Wiranto berusaha membela dengan mengatakan itu adalah pendapat pribadi
Harmoko bukan sebagai ketua MPR
- Mahasiswa2 dan banyak lagi LSM lain mengultimatum akan mengadakan
demonstrasi besar2an tgl 20 Mei 1998.
- Para mentri kabinet mengancam akan mengundurkan diri jika Soeharto terus
bertahan.
- President Clinton kemungkinan besar menelepon/mengultimatum Soeharto agar
segera turun tahta sebelum terjadi pertumpahan darah yang hebat antara
mahasiswa dan tentara. (menurut siaran radio BBC dan Hong Kong yang dipantau
pada hari itu). Dengan menyiapkan armada VII nya untuk merapat ke Tanjung
Priok.
- Soeharto menyerah dan mengundurkan diri setelah Habibie & Wiranto
meyakinkan dia untuk membela dia dan keluarganya jika dia mau mundur.
- Mahasiswa2 dan demonstran2 lainnya dibersihkan, kemungkinan oleh
Wiranto/Habibie dari gedung MPR/DPR dengan memakai Pemuda Pancasila, Pencak
Silat KISDI, preman2, yang bersenjatakan golok dan di-back up oleh Kostrad.
“Beruntung”, marinir menetralisir keadaan dengan “membantu mengawal”
mahasiswa2 keluar kompleks MPR/DPR, dengan alasan Soeharto telah lengser
keprabon.
- Wiranto yang telah mengetahui apa yang terjadi dan telah
mengkonsolidasikan kekuatan/pasukannya, sangat marah dengan Prabowo, dan
mengadakan deal/kesepakatan dengan Habibie untuk menyingkirkannya dan
mencopot jabatannya sebagai Pangkostrad saat itu juga.
- Prabowo marah dan mengepung istana dan meminta Habibie untuk meninjau
ulang keputusannya (lihat wawancara Habibie dengan koran Jerman Der
Spriegel), namun Habibie tetap membela Wiranto.
- Mamiek sangat marah dengan Prabowo dan menudingnya “kamu pengkhianat
jangan injak rumah saya lagi!” pada waktu ada pertemuan keluarga.
- Sejak itu Prabowo diasingkan oleh keluarganya dan Wiranto, sehingga kabur
ke Jordania menemui teman akrabnya Pangeran (waktu itu, sekarang Raja)
Jordania
- Prabowo pernah mau pulang pada akhir tahun 1998, namun disindir Gus Dur:
“jangan pulang, nanti digebuki preman-preman Cengkareng” (lihat koran
terbitan saat itu), maksudnya preman2 Cengkareng yang dipakai juga buat
melakukan kerusuhan itu mungkin akan menagih janji (mungkin belum dibayar
atau banyak teman2nya yang dibunuh setelah misi memperkosa, menjarah,
membunuhnya, selesai).
- Sekarang dengan jatuhnya Wiranto, Prabowo merasa lebih aman, dan mau
mencuci namanya dengan menerbitkan buku.
Lihat betapa rumit permasalahannya dan melibatkan begitu banyak orang.
Sehingga memang tidak mudah untuk mengadili Prabowo, karena dia bisa-bisa
"menyanyi"/mengaku, dan ujung2nya Soeharto, Wiranto, Feisal Tandjung, dll
bisa terkena juga.
pemuda melakukan dan pembakaran di beberapa titik/daeah di Medan. Massa yang berada di sekitarnya terpancing untuk melakukan perusakan beberapa bangunan dan menyerang aparat keamanan. Saat itu, sentimen anti polisi berkembang sehingga beberapa kantor dan pos polisi menjadi sasaran amuk massa. Mahasiswa berusaha mengendalikan situasi gagal karena telah amuk massa telah meluas.Prabowo untuk membereskan aktivis2 dari mahasiswa, LSM, dll yang telah
merongrong wibawanya.
- Prabowo melaksanakan dengan melakukan penculikan, intimidasi, dan
pembunuhan para aktifis dan mahasiswa “militan” itu, dilaksanakan oleh
pendukung setianya seperti: Kivlan Zein (dijuluki Mayjen “Kunyuk” oleh Gus
Dur), Muchdi, Sjafrie Syamsuddin, Zakky Makarim, dll. Didukung oleh Feisal
Tandjung.
Sampai pada puncaknya demonstrasi gabungan oleh mahasiswa Trisakti yang
sangat menghujat Soeharto dengan tulisan2 di tembok2 kampus, jembatan layang
grogol (“$oeharto anjing”, “koruptor bangsa”, “Gantung $oeharto", dll).
Soeharto habis kesabarannya sehingga menyuruh Wiranto dan Prabowo
"membereskan” mahasiswa Trisakti dan menghentikan demonstrasi mereka dengan
segala cara.
- Wiranto dan Prabowo menyusun rencana untuk menghentikan demonstrasi
mahasiswa dengan cara: pertama-tama Soeharto harus ke luar negeri dulu
(Mesir) agar dia punya alibi di mata internasional, bahwa bukan dia
penggagas-nya, lalu mereka menyiapkan sniper / penembak jitu di jembatan
layang grogol yang menyamar sebagai Brimob dan menembak beberapa mahasiswa
Trisakti yang sedang berdemo di kampus – dilaksanakan tanggal 12 Mei 1998.
- Besoknya (tgl 13 Mei 1998) dilaksanakan kerusuhan terbatas sekitar
Trisakti / Daan Mogot dan Kyai Tapa dengan memakai preman2, pasukan Tidar
(drop out Akabri yang direkrut Prabowo) yang menyamar memakai baju seragam
SMA dan jaket almamater Trisakti membakar pom bensin dan toko-toko (lihat
laporan Tim Relawan dan TGPF). Mereka sebelumnya sudah berteriak2 memanggil
mahasiswa2 di dalam kampus untuk bergabung ke jalan, namun ditolak oleh
mahasiswa (menurut kesaksian mahasiswa2). Berikutnya pos2 polisi dibakar
juga beberapa buah, untuk membuktikan bahwa “mahasiswa/rakyat” membalas
dendam atas “kebringasan polisi menembak mahasiswa”.
- Pos-pos polisi juga dibakar (polisi yang sudah tahu, telah mengungsi dan
membiarkan pos-nya kosong) untuk menanamkan kepercayaan bahwa “mahasiswa dan
masyarakat membalas dendam atas tertembaknya mahasiswa Trisakti”.
- Direncanakan setelah itu kerusuhan dipadamkan dengan korban yang cukup
besar (nyawa dan harta benda), sehingga segala demonstrasi mahasiswa akan
dilarang secara hukum karena mahasiswa2 demonstran itu "telah mengakibatkan
ekses kerusuhan", dan kehancuran aset dan kehilangan nyawa manusia.
- Pada saat itu Prabowo mempunyai rencana/agenda tersendiri untuk mencapai
cita2nya untuk menjadi Pangab dan menggeser Wiranto.
- Hal ini sudah direncanakan jauh2 hari namun saat itulah yang paling tepat
untuk dilakukan, bersama-sama dengan geng-nya seperti yang disinyalir oleh
Gus Dur sebagai “otak kerusuhan” berinisial ES (Eggy Sudjana), AS (Adi
Sasono), Fadli Zon, Gogon (Ahmad Soemargono - KISDI), dll.
- Prabowo segera menghimpun anak-buahnya pasukan Tidar, pencak silat Kisdi,
preman2 Cengkareng, Tanah Abang, Pemuda Pancasila, dll untuk melaksanakan
proyeknya berupa pembakaran Glodok building, Harco, Orion plaza dan
sekitarnya juga diperluas sampai ke Mall2 di seluruh Jakarta disertai
pembakaran hidup2 lebih dari 1000 orang untuk mendramatisasi keadaan yang
kacau.
- Pemerkosaan terhadap perempuan2 etnik Cina dilakukan untuk “shock therapy”
agar sebagian besar orang Cina kabur ke luar negeri atau bersembunyi. Juga
agar jika ada saksi mata orang Cina yang masih hidup, dapat diancam (karena
sebagian data2 dirinya, KTP diambil), dipermalukan dll. Setelah itu jika
mereka takut kembali, aset-asetnya dapat disita.
- Setelah Prabowo nantinya “berkuasa” akan diterapkan sistem ekonomi
rasialis/diskriminatif ala Malaysia, karena dianggap “masyarakat juga
membenci orang2 Cina yang menguasai ekonomi”). Beberapa minggu sebelumnya
mereka telah beraudiensi ke UMNO (lihat berita suratkabar akhir April 1998).
Bukan kebetulan jika “kerusuhan rasialis” yang direkayasa UMNO/Mahathir
adalah tanggal 13 MEI 1969! (lihat tulisan Duncan Campbell, “When Mobs turn
on the merchants”). Setelah itu mereka bisa memelihara beberapa oknum
pengusaha Cina dan suku2 lainnya yang mau berkolaborasi (KKN) dengan mereka.
- Tujuan lain Prabowo dengan memperluas kerusuhan adalah untuk
mendiskreditkan Wiranto agar dianggap tidak becus oleh Soeharto dalam
mengisolasikan kerusuhan sehingga Wiranto diturunkan dan diganti Prabowo
yang seolah-olah melalui anak buahnya Sjafrie Sjamsuddin (Pangdam V Jaya
waktu itu) berhasil mengatasi situasi di hari ke-4 dengan berkeliling naik
panser.
- Wiranto yang pada waktu kerusuhan tidak mendapat pasukan segera mengontak
anak buah setianya Djaja Suparman dari Kodam Siliwangi untuk mensuplai
pasukan, dan terbang ke Malang. Sjafrie S telah mengacak-acak keberadaan
pasukan Kodam V dan sebagian disuruh berdiam di markas, sementara pasukan
Kostrad di bawah kendali Prabowo, sehingga tidak cukup suplai pasukan bagi
Wiranto untuk memadamkan kerusuhan yang telah “merembet ke seluruh Jakarta”.
- Soeharto pulang dari Mesir dan langsung memanggil mereka.
- Namun situasi sudah keburu memanas di mana gabungan kekuatan mahasiswa
telah bergerak menduduki gedung DPR/MPR
- Ketua MPR Harmoko “berkhianat” bersama-sama dengan wakil2nya (Syarwan
Hamid, dll) menganjurkan Soeharto agar turun tahta. Dia sakit hati karena
rumahnya di Solo juga dibakar.
- Wiranto berusaha membela dengan mengatakan itu adalah pendapat pribadi
Harmoko bukan sebagai ketua MPR
- Mahasiswa2 dan banyak lagi LSM lain mengultimatum akan mengadakan
demonstrasi besar2an tgl 20 Mei 1998.
- Para mentri kabinet mengancam akan mengundurkan diri jika Soeharto terus
bertahan.
- President Clinton kemungkinan besar menelepon/mengultimatum Soeharto agar
segera turun tahta sebelum terjadi pertumpahan darah yang hebat antara
mahasiswa dan tentara. (menurut siaran radio BBC dan Hong Kong yang dipantau
pada hari itu). Dengan menyiapkan armada VII nya untuk merapat ke Tanjung
Priok.
- Soeharto menyerah dan mengundurkan diri setelah Habibie & Wiranto
meyakinkan dia untuk membela dia dan keluarganya jika dia mau mundur.
- Mahasiswa2 dan demonstran2 lainnya dibersihkan, kemungkinan oleh
Wiranto/Habibie dari gedung MPR/DPR dengan memakai Pemuda Pancasila, Pencak
Silat KISDI, preman2, yang bersenjatakan golok dan di-back up oleh Kostrad.
“Beruntung”, marinir menetralisir keadaan dengan “membantu mengawal”
mahasiswa2 keluar kompleks MPR/DPR, dengan alasan Soeharto telah lengser
keprabon.
- Wiranto yang telah mengetahui apa yang terjadi dan telah
mengkonsolidasikan kekuatan/pasukannya, sangat marah dengan Prabowo, dan
mengadakan deal/kesepakatan dengan Habibie untuk menyingkirkannya dan
mencopot jabatannya sebagai Pangkostrad saat itu juga.
- Prabowo marah dan mengepung istana dan meminta Habibie untuk meninjau
ulang keputusannya (lihat wawancara Habibie dengan koran Jerman Der
Spriegel), namun Habibie tetap membela Wiranto.
- Mamiek sangat marah dengan Prabowo dan menudingnya “kamu pengkhianat
jangan injak rumah saya lagi!” pada waktu ada pertemuan keluarga.
- Sejak itu Prabowo diasingkan oleh keluarganya dan Wiranto, sehingga kabur
ke Jordania menemui teman akrabnya Pangeran (waktu itu, sekarang Raja)
Jordania
- Prabowo pernah mau pulang pada akhir tahun 1998, namun disindir Gus Dur:
“jangan pulang, nanti digebuki preman-preman Cengkareng” (lihat koran
terbitan saat itu), maksudnya preman2 Cengkareng yang dipakai juga buat
melakukan kerusuhan itu mungkin akan menagih janji (mungkin belum dibayar
atau banyak teman2nya yang dibunuh setelah misi memperkosa, menjarah,
membunuhnya, selesai).
- Sekarang dengan jatuhnya Wiranto, Prabowo merasa lebih aman, dan mau
mencuci namanya dengan menerbitkan buku.
Lihat betapa rumit permasalahannya dan melibatkan begitu banyak orang.
Sehingga memang tidak mudah untuk mengadili Prabowo, karena dia bisa-bisa
"menyanyi"/mengaku, dan ujung2nya Soeharto, Wiranto, Feisal Tandjung, dll
bisa terkena juga.
Setelah peristiwa Trisakti terjadi, Jakarta menjadi kota yang mencekam. Jauh hari sebelumnya, isu bahwa akan terjadi kerusuhan besar sudah santer di kampung-kampung. “Saya udah denger sih beberapa hari sebelumnya kalo’ mo’ ada kerusuhan, tapi nggak kebayang anak saya jadi korban” ungkap salah satu ibu korban di bilangan Klender. Demikian halnya dengan isu yang berbau anti cina mulai terdengar beberapa minggu sebelumnya, walaupun hanya dari mulut ke mulut. Isu-isu tersebut disebarkan oleh orang yang tidak dikenal dan bukan berasal dari kampung tersebut.
Keesokan hari setelah terjadinya penembakan terhadap mahasiswa di Usakti, bilangan Slipi mulai “panas” dengan aksi yang dilakukan oleh massa yang tidak dikenal. Mereka mulai melakukan pelemparan dan pembakaran ban di jalan. Aksi yang serupa terjadi dibeberapa daerah dalam waktu yang serempak. Sekitar pukul 10.00 – 13. 00, Cipulir, Salemba, Jatinegara, Klender, Tangerang, Cikini, Slipi, Pasar Minggu dan Tanah Abang mulai terjadi pelemparan yang dilakukan oleh sekelompok remaja berpakaian sekolah.
Menurut data dari Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRK) dan diperkuat hasil penyelidikan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) , kelompok tersebut sangat sulit di identifikasi namun mempunyai banyak kesamaan, yaitu: a. berpakaian seragam sekolah b. berbadan tegap, ramput cepak, memakai sepatu boot (militer) dengan wajah sangar c. mempersiapkan berbagai perlengkapan kerusuhan seperti batu, cairan pembakar dan alat pembakar, mereka di tempatkan dengan menggunakan alat transportasi seperti truk dan kendaran bermotor lainnya.
Pola kerusuhan yang terjadi adalah setelah melakukan pelemparan, mereka kemudian melakukan perusakan beberapa toko yang dilanjutkan dengan melakukan penjarahan sambil berteriak mengajak massa lainnya untuk masuk. Massa -masyarakat yang menonton- kemudian ikut melakukan penjarahan. Beberapa barang dikeluarkan kemudian dibakar oleh sekelompok orang. Setelah massa tersebut mulai masuk, kelompok yang tadi memulai kemudian mundur dan menghilang. Di beberapa daerah seperti Pasar Minggu dan Klender, pembakaran dilakukan oleh kelompok yang tidak dikenal tersebut dengan menyiramkan bensin dan kemudian membakarnya.
Peristiwa ini terus berlangsung hingga tanggal 15, dimana terjadi juga peristiwa perkosaan dan pelecehan seksual terhadap perempaun yang mayoritas berasal dari etnis Tionghoa. Peristiwa ini tidak dapat dipaparkan karena data yang dimiliki saat ini masih sangat minim dan sangat sensitif. Namun, bukan berarti bahwa peristiwa ini tidak terjadi atau tidak dapat dibuktikan.
Aparat keamanan yang sebelumnya begitu “tegas” menindak setiap aksi yang terjadi, seperti menghilang saat terjadinya peristiwa ini. Konsentrasi aparat keamanan terlihat di daerah Menteng, Cilangkap dan beberapa wilayah Sudirman. Terdapat beberapa fakta yang membuktikan bahwa terjadi penarikan pasukan ke Mabes TNI dan pasukan bantuan dari luar Jakarta tidak langsung diturunkan untuk mengamankan kota. Kerusuhan ini tampak seperti di biarkan terjadi tanpa ada usaha untuk mencegahnya
Korban
Pada Kerusuhan Mei, Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRK) mencatat korban yang jatuh berjumlah 1.190 orang akibat ter/di-bakar, 27 orang akibat senjata/dan lainnya, 91 luka-luka. Angka di atas belum termasuk korban kekerasan seksual di beberapa kota.
inilah hipotesis ayah saya
Sebelum kerusuhan Mei 1998: Soeharto telah memerintahkan menantunya
Prabowo untuk membereskan aktivis2 dari mahasiswa, LSM, dll yang telah
merongrong wibawanya.
- Prabowo melaksanakan dengan melakukan penculikan, intimidasi, dan
pembunuhan para aktifis dan mahasiswa “militan” itu, dilaksanakan oleh
pendukung setianya seperti: Kivlan Zein (dijuluki Mayjen “Kunyuk” oleh Gus
Dur), Muchdi, Sjafrie Syamsuddin, Zakky Makarim, dll. Didukung oleh Feisal
Tandjung.
Sampai pada puncaknya demonstrasi gabungan oleh mahasiswa Trisakti yang
sangat menghujat Soeharto dengan tulisan2 di tembok2 kampus, jembatan layang
grogol (“$oeharto anjing”, “koruptor bangsa”, “Gantung $oeharto", dll).
Soeharto habis kesabarannya sehingga menyuruh Wiranto dan Prabowo
"membereskan” mahasiswa Trisakti dan menghentikan demonstrasi mereka dengan
segala cara.
- Wiranto dan Prabowo menyusun rencana untuk menghentikan demonstrasi
mahasiswa dengan cara: pertama-tama Soeharto harus ke luar negeri dulu
(Mesir) agar dia punya alibi di mata internasional, bahwa bukan dia
penggagas-nya, lalu mereka menyiapkan sniper / penembak jitu di jembatan
layang grogol yang menyamar sebagai Brimob dan menembak beberapa mahasiswa
Trisakti yang sedang berdemo di kampus – dilaksanakan tanggal 12 Mei 1998.
- Besoknya (tgl 13 Mei 1998) dilaksanakan kerusuhan terbatas sekitar
Trisakti / Daan Mogot dan Kyai Tapa dengan memakai preman2, pasukan Tidar
(drop out Akabri yang direkrut Prabowo) yang menyamar memakai baju seragam
SMA dan jaket almamater Trisakti membakar pom bensin dan toko-toko (lihat
laporan Tim Relawan dan TGPF). Mereka sebelumnya sudah berteriak2 memanggil
mahasiswa2 di dalam kampus untuk bergabung ke jalan, namun ditolak oleh
mahasiswa (menurut kesaksian mahasiswa2). Berikutnya pos2 polisi dibakar
juga beberapa buah, untuk membuktikan bahwa “mahasiswa/rakyat” membalas
dendam atas “kebringasan polisi menembak mahasiswa”.
- Pos-pos polisi juga dibakar (polisi yang sudah tahu, telah mengungsi dan
membiarkan pos-nya kosong) untuk menanamkan kepercayaan bahwa “mahasiswa dan
masyarakat membalas dendam atas tertembaknya mahasiswa Trisakti”.
- Direncanakan setelah itu kerusuhan dipadamkan dengan korban yang cukup
besar (nyawa dan harta benda), sehingga segala demonstrasi mahasiswa akan
dilarang secara hukum karena mahasiswa2 demonstran itu "telah mengakibatkan
ekses kerusuhan", dan kehancuran aset dan kehilangan nyawa manusia.
- Pada saat itu Prabowo mempunyai rencana/agenda tersendiri untuk mencapai
cita2nya untuk menjadi Pangab dan menggeser Wiranto.
- Hal ini sudah direncanakan jauh2 hari namun saat itulah yang paling tepat
untuk dilakukan, bersama-sama dengan geng-nya seperti yang disinyalir oleh
Gus Dur sebagai “otak kerusuhan” berinisial ES (Eggy Sudjana), AS (Adi
Sasono), Fadli Zon, Gogon (Ahmad Soemargono - KISDI), dll.
- Prabowo segera menghimpun anak-buahnya pasukan Tidar, pencak silat Kisdi,
preman2 Cengkareng, Tanah Abang, Pemuda Pancasila, dll untuk melaksanakan
proyeknya berupa pembakaran Glodok building, Harco, Orion plaza dan
sekitarnya juga diperluas sampai ke Mall2 di seluruh Jakarta disertai
pembakaran hidup2 lebih dari 1000 orang untuk mendramatisasi keadaan yang
kacau.
- Pemerkosaan terhadap perempuan2 etnik Cina dilakukan untuk “shock therapy”
agar sebagian besar orang Cina kabur ke luar negeri atau bersembunyi. Juga
agar jika ada saksi mata orang Cina yang masih hidup, dapat diancam (karena
sebagian data2 dirinya, KTP diambil), dipermalukan dll. Setelah itu jika
mereka takut kembali, aset-asetnya dapat disita.
- Setelah Prabowo nantinya “berkuasa” akan diterapkan sistem ekonomi
rasialis/diskriminatif ala Malaysia, karena dianggap “masyarakat juga
membenci orang2 Cina yang menguasai ekonomi”). Beberapa minggu sebelumnya
mereka telah beraudiensi ke UMNO (lihat berita suratkabar akhir April 1998).
Bukan kebetulan jika “kerusuhan rasialis” yang direkayasa UMNO/Mahathir
adalah tanggal 13 MEI 1969! (lihat tulisan Duncan Campbell, “When Mobs turn
on the merchants”). Setelah itu mereka bisa memelihara beberapa oknum
pengusaha Cina dan suku2 lainnya yang mau berkolaborasi (KKN) dengan mereka.
- Tujuan lain Prabowo dengan memperluas kerusuhan adalah untuk
mendiskreditkan Wiranto agar dianggap tidak becus oleh Soeharto dalam
mengisolasikan kerusuhan sehingga Wiranto diturunkan dan diganti Prabowo
yang seolah-olah melalui anak buahnya Sjafrie Sjamsuddin (Pangdam V Jaya
waktu itu) berhasil mengatasi situasi di hari ke-4 dengan berkeliling naik
panser.
- Wiranto yang pada waktu kerusuhan tidak mendapat pasukan segera mengontak
anak buah setianya Djaja Suparman dari Kodam Siliwangi untuk mensuplai
pasukan, dan terbang ke Malang. Sjafrie S telah mengacak-acak keberadaan
pasukan Kodam V dan sebagian disuruh berdiam di markas, sementara pasukan
Kostrad di bawah kendali Prabowo, sehingga tidak cukup suplai pasukan bagi
Wiranto untuk memadamkan kerusuhan yang telah “merembet ke seluruh Jakarta”.
- Soeharto pulang dari Mesir dan langsung memanggil mereka.
- Namun situasi sudah keburu memanas di mana gabungan kekuatan mahasiswa
telah bergerak menduduki gedung DPR/MPR
- Ketua MPR Harmoko “berkhianat” bersama-sama dengan wakil2nya (Syarwan
Hamid, dll) menganjurkan Soeharto agar turun tahta. Dia sakit hati karena
rumahnya di Solo juga dibakar.
- Wiranto berusaha membela dengan mengatakan itu adalah pendapat pribadi
Harmoko bukan sebagai ketua MPR
- Mahasiswa2 dan banyak lagi LSM lain mengultimatum akan mengadakan
demonstrasi besar2an tgl 20 Mei 1998.
- Para mentri kabinet mengancam akan mengundurkan diri jika Soeharto terus
bertahan.
- President Clinton kemungkinan besar menelepon/mengultimatum Soeharto agar
segera turun tahta sebelum terjadi pertumpahan darah yang hebat antara
mahasiswa dan tentara. (menurut siaran radio BBC dan Hong Kong yang dipantau
pada hari itu). Dengan menyiapkan armada VII nya untuk merapat ke Tanjung
Priok.
- Soeharto menyerah dan mengundurkan diri setelah Habibie & Wiranto
meyakinkan dia untuk membela dia dan keluarganya jika dia mau mundur.
- Mahasiswa2 dan demonstran2 lainnya dibersihkan, kemungkinan oleh
Wiranto/Habibie dari gedung MPR/DPR dengan memakai Pemuda Pancasila, Pencak
Silat KISDI, preman2, yang bersenjatakan golok dan di-back up oleh Kostrad.
“Beruntung”, marinir menetralisir keadaan dengan “membantu mengawal”
mahasiswa2 keluar kompleks MPR/DPR, dengan alasan Soeharto telah lengser
keprabon.
- Wiranto yang telah mengetahui apa yang terjadi dan telah
mengkonsolidasikan kekuatan/pasukannya, sangat marah dengan Prabowo, dan
mengadakan deal/kesepakatan dengan Habibie untuk menyingkirkannya dan
mencopot jabatannya sebagai Pangkostrad saat itu juga.
- Prabowo marah dan mengepung istana dan meminta Habibie untuk meninjau
ulang keputusannya (lihat wawancara Habibie dengan koran Jerman Der
Spriegel), namun Habibie tetap membela Wiranto.
- Mamiek sangat marah dengan Prabowo dan menudingnya “kamu pengkhianat
jangan injak rumah saya lagi!” pada waktu ada pertemuan keluarga.
- Sejak itu Prabowo diasingkan oleh keluarganya dan Wiranto, sehingga kabur
ke Jordania menemui teman akrabnya Pangeran (waktu itu, sekarang Raja)
Jordania
- Prabowo pernah mau pulang pada akhir tahun 1998, namun disindir Gus Dur:
“jangan pulang, nanti digebuki preman-preman Cengkareng” (lihat koran
terbitan saat itu), maksudnya preman2 Cengkareng yang dipakai juga buat
melakukan kerusuhan itu mungkin akan menagih janji (mungkin belum dibayar
atau banyak teman2nya yang dibunuh setelah misi memperkosa, menjarah,
membunuhnya, selesai).
- Sekarang dengan jatuhnya Wiranto, Prabowo merasa lebih aman, dan mau
mencuci namanya dengan menerbitkan buku.
Lihat betapa rumit permasalahannya dan melibatkan begitu banyak orang.
Sehingga memang tidak mudah untuk mengadili Prabowo, karena dia bisa-bisa
"menyanyi"/mengaku, dan ujung2nya Soeharto, Wiranto, Feisal Tandjung, dll
bisa terkena juga.
Prabowo untuk membereskan aktivis2 dari mahasiswa, LSM, dll yang telah
merongrong wibawanya.
- Prabowo melaksanakan dengan melakukan penculikan, intimidasi, dan
pembunuhan para aktifis dan mahasiswa “militan” itu, dilaksanakan oleh
pendukung setianya seperti: Kivlan Zein (dijuluki Mayjen “Kunyuk” oleh Gus
Dur), Muchdi, Sjafrie Syamsuddin, Zakky Makarim, dll. Didukung oleh Feisal
Tandjung.
Sampai pada puncaknya demonstrasi gabungan oleh mahasiswa Trisakti yang
sangat menghujat Soeharto dengan tulisan2 di tembok2 kampus, jembatan layang
grogol (“$oeharto anjing”, “koruptor bangsa”, “Gantung $oeharto", dll).
Soeharto habis kesabarannya sehingga menyuruh Wiranto dan Prabowo
"membereskan” mahasiswa Trisakti dan menghentikan demonstrasi mereka dengan
segala cara.
- Wiranto dan Prabowo menyusun rencana untuk menghentikan demonstrasi
mahasiswa dengan cara: pertama-tama Soeharto harus ke luar negeri dulu
(Mesir) agar dia punya alibi di mata internasional, bahwa bukan dia
penggagas-nya, lalu mereka menyiapkan sniper / penembak jitu di jembatan
layang grogol yang menyamar sebagai Brimob dan menembak beberapa mahasiswa
Trisakti yang sedang berdemo di kampus – dilaksanakan tanggal 12 Mei 1998.
- Besoknya (tgl 13 Mei 1998) dilaksanakan kerusuhan terbatas sekitar
Trisakti / Daan Mogot dan Kyai Tapa dengan memakai preman2, pasukan Tidar
(drop out Akabri yang direkrut Prabowo) yang menyamar memakai baju seragam
SMA dan jaket almamater Trisakti membakar pom bensin dan toko-toko (lihat
laporan Tim Relawan dan TGPF). Mereka sebelumnya sudah berteriak2 memanggil
mahasiswa2 di dalam kampus untuk bergabung ke jalan, namun ditolak oleh
mahasiswa (menurut kesaksian mahasiswa2). Berikutnya pos2 polisi dibakar
juga beberapa buah, untuk membuktikan bahwa “mahasiswa/rakyat” membalas
dendam atas “kebringasan polisi menembak mahasiswa”.
- Pos-pos polisi juga dibakar (polisi yang sudah tahu, telah mengungsi dan
membiarkan pos-nya kosong) untuk menanamkan kepercayaan bahwa “mahasiswa dan
masyarakat membalas dendam atas tertembaknya mahasiswa Trisakti”.
- Direncanakan setelah itu kerusuhan dipadamkan dengan korban yang cukup
besar (nyawa dan harta benda), sehingga segala demonstrasi mahasiswa akan
dilarang secara hukum karena mahasiswa2 demonstran itu "telah mengakibatkan
ekses kerusuhan", dan kehancuran aset dan kehilangan nyawa manusia.
- Pada saat itu Prabowo mempunyai rencana/agenda tersendiri untuk mencapai
cita2nya untuk menjadi Pangab dan menggeser Wiranto.
- Hal ini sudah direncanakan jauh2 hari namun saat itulah yang paling tepat
untuk dilakukan, bersama-sama dengan geng-nya seperti yang disinyalir oleh
Gus Dur sebagai “otak kerusuhan” berinisial ES (Eggy Sudjana), AS (Adi
Sasono), Fadli Zon, Gogon (Ahmad Soemargono - KISDI), dll.
- Prabowo segera menghimpun anak-buahnya pasukan Tidar, pencak silat Kisdi,
preman2 Cengkareng, Tanah Abang, Pemuda Pancasila, dll untuk melaksanakan
proyeknya berupa pembakaran Glodok building, Harco, Orion plaza dan
sekitarnya juga diperluas sampai ke Mall2 di seluruh Jakarta disertai
pembakaran hidup2 lebih dari 1000 orang untuk mendramatisasi keadaan yang
kacau.
- Pemerkosaan terhadap perempuan2 etnik Cina dilakukan untuk “shock therapy”
agar sebagian besar orang Cina kabur ke luar negeri atau bersembunyi. Juga
agar jika ada saksi mata orang Cina yang masih hidup, dapat diancam (karena
sebagian data2 dirinya, KTP diambil), dipermalukan dll. Setelah itu jika
mereka takut kembali, aset-asetnya dapat disita.
- Setelah Prabowo nantinya “berkuasa” akan diterapkan sistem ekonomi
rasialis/diskriminatif ala Malaysia, karena dianggap “masyarakat juga
membenci orang2 Cina yang menguasai ekonomi”). Beberapa minggu sebelumnya
mereka telah beraudiensi ke UMNO (lihat berita suratkabar akhir April 1998).
Bukan kebetulan jika “kerusuhan rasialis” yang direkayasa UMNO/Mahathir
adalah tanggal 13 MEI 1969! (lihat tulisan Duncan Campbell, “When Mobs turn
on the merchants”). Setelah itu mereka bisa memelihara beberapa oknum
pengusaha Cina dan suku2 lainnya yang mau berkolaborasi (KKN) dengan mereka.
- Tujuan lain Prabowo dengan memperluas kerusuhan adalah untuk
mendiskreditkan Wiranto agar dianggap tidak becus oleh Soeharto dalam
mengisolasikan kerusuhan sehingga Wiranto diturunkan dan diganti Prabowo
yang seolah-olah melalui anak buahnya Sjafrie Sjamsuddin (Pangdam V Jaya
waktu itu) berhasil mengatasi situasi di hari ke-4 dengan berkeliling naik
panser.
- Wiranto yang pada waktu kerusuhan tidak mendapat pasukan segera mengontak
anak buah setianya Djaja Suparman dari Kodam Siliwangi untuk mensuplai
pasukan, dan terbang ke Malang. Sjafrie S telah mengacak-acak keberadaan
pasukan Kodam V dan sebagian disuruh berdiam di markas, sementara pasukan
Kostrad di bawah kendali Prabowo, sehingga tidak cukup suplai pasukan bagi
Wiranto untuk memadamkan kerusuhan yang telah “merembet ke seluruh Jakarta”.
- Soeharto pulang dari Mesir dan langsung memanggil mereka.
- Namun situasi sudah keburu memanas di mana gabungan kekuatan mahasiswa
telah bergerak menduduki gedung DPR/MPR
- Ketua MPR Harmoko “berkhianat” bersama-sama dengan wakil2nya (Syarwan
Hamid, dll) menganjurkan Soeharto agar turun tahta. Dia sakit hati karena
rumahnya di Solo juga dibakar.
- Wiranto berusaha membela dengan mengatakan itu adalah pendapat pribadi
Harmoko bukan sebagai ketua MPR
- Mahasiswa2 dan banyak lagi LSM lain mengultimatum akan mengadakan
demonstrasi besar2an tgl 20 Mei 1998.
- Para mentri kabinet mengancam akan mengundurkan diri jika Soeharto terus
bertahan.
- President Clinton kemungkinan besar menelepon/mengultimatum Soeharto agar
segera turun tahta sebelum terjadi pertumpahan darah yang hebat antara
mahasiswa dan tentara. (menurut siaran radio BBC dan Hong Kong yang dipantau
pada hari itu). Dengan menyiapkan armada VII nya untuk merapat ke Tanjung
Priok.
- Soeharto menyerah dan mengundurkan diri setelah Habibie & Wiranto
meyakinkan dia untuk membela dia dan keluarganya jika dia mau mundur.
- Mahasiswa2 dan demonstran2 lainnya dibersihkan, kemungkinan oleh
Wiranto/Habibie dari gedung MPR/DPR dengan memakai Pemuda Pancasila, Pencak
Silat KISDI, preman2, yang bersenjatakan golok dan di-back up oleh Kostrad.
“Beruntung”, marinir menetralisir keadaan dengan “membantu mengawal”
mahasiswa2 keluar kompleks MPR/DPR, dengan alasan Soeharto telah lengser
keprabon.
- Wiranto yang telah mengetahui apa yang terjadi dan telah
mengkonsolidasikan kekuatan/pasukannya, sangat marah dengan Prabowo, dan
mengadakan deal/kesepakatan dengan Habibie untuk menyingkirkannya dan
mencopot jabatannya sebagai Pangkostrad saat itu juga.
- Prabowo marah dan mengepung istana dan meminta Habibie untuk meninjau
ulang keputusannya (lihat wawancara Habibie dengan koran Jerman Der
Spriegel), namun Habibie tetap membela Wiranto.
- Mamiek sangat marah dengan Prabowo dan menudingnya “kamu pengkhianat
jangan injak rumah saya lagi!” pada waktu ada pertemuan keluarga.
- Sejak itu Prabowo diasingkan oleh keluarganya dan Wiranto, sehingga kabur
ke Jordania menemui teman akrabnya Pangeran (waktu itu, sekarang Raja)
Jordania
- Prabowo pernah mau pulang pada akhir tahun 1998, namun disindir Gus Dur:
“jangan pulang, nanti digebuki preman-preman Cengkareng” (lihat koran
terbitan saat itu), maksudnya preman2 Cengkareng yang dipakai juga buat
melakukan kerusuhan itu mungkin akan menagih janji (mungkin belum dibayar
atau banyak teman2nya yang dibunuh setelah misi memperkosa, menjarah,
membunuhnya, selesai).
- Sekarang dengan jatuhnya Wiranto, Prabowo merasa lebih aman, dan mau
mencuci namanya dengan menerbitkan buku.
Lihat betapa rumit permasalahannya dan melibatkan begitu banyak orang.
Sehingga memang tidak mudah untuk mengadili Prabowo, karena dia bisa-bisa
"menyanyi"/mengaku, dan ujung2nya Soeharto, Wiranto, Feisal Tandjung, dll
bisa terkena juga.