Senin, 14 September 2015

fitnah untuk gerwani(gerakan wanita indonesia)

Jendral Besar A.H. Nasution:* “*FITNAH LEBIH KEJAM Dari PEMBUNUHAN”*

*Kolom IBRAHIM ISA
Senin, 22 Oktober 2012
-----------------------------*



*Jendral Besar A.H. Nasution:*

“*FITNAH LEBIH KEJAM Dari PEMBUNUHAN”*


** * **


*< Sekelumit dari buku “Mengembara Dalam Prahara”, oleh Heryani Busono Wiwoho>*


*HERYANI BUSONO WIWOHO MENGGUGAT SOEHARTO . . . . !!!*

“*Saksi Bisu dari Ruang Forensik”*.


“Setelah mendengar ceritanya, kini kami yakin benar bahwa cerita Gerwani Lubang Buaya yang menyilet, yang memotong-motong dan menari-nari dengan lagu tabur bunga, seperti yang tergambar dalam relief monumen ketujuh jendral di Lubang Buaya adalah bohong besar. Suatu skenario licik dan fitnah untuk menjatuhkan Gerwani.


“Ironisnya, seingatku Jendral Besar AH Nasution, yang kemudian diangkat menjadi Ketua MPRS, pernah mengatakan bahwa *fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. *Mengapa justru mereka sendirilah ketika itu yang menaburkan fitnah. Fitnah yang benar-benar merendahkan dan menghina harkat dan martabat perempuan.


“Celakanya lagi , dan itulah tujuan mereka, rakyat kebanyakan sudah termakan isu ini. Termasuk istri-isti adik mas Bus. Jadi adik-adik iparku atau kerabatku lainnya, kemudian sangat membenci Gerwani. Tentu saja aku tidak bisa menyalahkan mereka.


“Karena gencarnya fitnah yang dilakukan terus menerus, membuat masyarakat amat mudah terpengaruh. Sekali lagi kita tidak dapat menyalahkan masyarakat yang pemahamannya telah terbentuk. Akibat dari kebohongan-kebohongan yang disebar-luaskan pemerintah Soeharto, baik melalui film, dokumen, media cetak, media elektronik maupun monumen selama puluhan tahun. Apalagi tanpa ada pihak-pihak yang melakukan pembelaan. Konon hanya ada dua surat kabar yang diijinkan terbit saat itu. Kedua surat kabar itu adalah *“Berita Yuda” dn “Angkatan Besenjata” .*


* * *


Kata-kata tsb diatas adalah sebagian kecil dari buku yang terbit tahun ini, oleh Heryani BusonoWisoho, berjudul : *“Mengembara Dalam Prahara” Dari Wirogunan Sampai Plantungan”.*


Heryani mengisahkan bagaimana seorang Jendral Besar: Jendral Besar AH Nasution pernah berucap bahwa: “Fitnah Lebih Kejam Daripada Pembunuhan”. Namun adalah kaum militer itu sendiri di bawah Jendral Suharto yang menyebar fitnah dan kebohongan melalui media pers, film, dokumentasi, a.l. s.k. “Berita Yuda” dan “Angkatan Bersenjata”, bahwa perempuan-perempuan Gerwani telah melakukan kekejaman dan kebiadaban terhadap jendral-jendral di Lubang Buaya, a.l. Dengan menyilet kemaluan para jendral dan mencungkil mata mereka.


Berikut ini kisah selanjutnya mengenai fitnah dan kebohongan tentara di bawah Jendral Suharto sekitar apa yang mereka rekayasa tentang peranan “perempuan-perempuan Gerwani di Lubang Buaya”. Heryani sempat mendengar sendiri kisah perempuan pelacur bernama Nur yang dipaksa dan diintimidasi tentara untuk mengaku Gerwani dan berada di Lubang Buaya, dsb.


“Setelah mondar-mandir beberapa saat di emper sel kami, mereka keluar meninggalkan tempat kami. Sesaat sebelum keluar, tiba-tiba salah seorang tentara berhenti dan menoleh kepada seorang gadis hitam manis tapi agak dekil yang berdiri di dekat pintu. Demikian lanjut Heryani.


“Hei, Gerwani Lubang buaya”, ujarnya dengan suara menyentak. “Berapa kali kamu dimakan AURI sehari?”.

“Tiga kali, Pak, pagi, siang dan malam”, jawabnya gemetar tetapi keras, sehingga jelas sekali jawabannya bagi kami.


Aku dan ibu-ibu lainnya hampir tak dapat menahan ketawa. Kami geli karena lain yang ditanya, lain pula yang dijawab. Kami yakin gadis itu, mengira, berapa kali dia diberi makan oleh AURI. Namun dengan tak disangka-sangka tentara itu menendang kedua kaki gadis tadi dengan sepatunya yang keras.


“Ampun Pak, ampun Pak”, teriak gadis.


“Aku menahan nafas seketika. Aku tidak jadi geli melihat adegan tersebut. Demikian juga halnya dengan ibu-ibu lainnya, yang semula ingin tersenyum, menjadi kecut wajahnya.


“Setelah tentara-tentara itu pergi dan kami dikunci lagi, beberapa ibu yang baru masuk dua hri yang lalu, mendekati gadis itu.


“Ada apa kamu ke Lubang Buaya?”, tanya salah seorang ibu.

“Aku nggak pernah ke Lubang Buaya kok”.

“Namamu siapa?”, tanya ibu lainnya.


“Ia lalu bercerita bahwa namanya Nur, Nurgiyanti. Ia mengaku kalau profesinya sebagai seorang pelacur. Ia sedang berada di Magelang ketika dibawa seorang PM (Polisi Militer) ke markas mereka. Ia diajak nonton bioskop oleh Lestari, begitu nama |PM tersebut. Kemudian dia dibelikan pakaian dan berjanji akan mengawininya. Asal si Nur mau difoto dengan membawa senjata dan dia harus mengaku bahwa dia Gerwani Lubang Buaya. Kebetulan Nurgiyanti punya luka koreng pada tumitnya, dan iapun harus mengaku kalau luka itu adalah luka tembak sewaktu melarikan diri. Dia mau saja, dan akan dikawin tentara. Lagipula lanjutnya, apa sih susahnya difoto. Gagah lagi, pakai senjata.


* * *


Berikut ini Heryani mengungkap, -- apa yang dibacanya sendiri di dalam majalah*INTISARI, September 2009*, halaman 122-129. Yang menguakkan lebih lanjut “tabir” sekitar fitnah dan*kebohongan *bahwa jenazah para jendral yang dikubur di Lubang Buaya, kemaluannya disilet dan matanya dicungkil.


Tulis Heryani: “Disini diungkap fakta forensik jenital korban G30S dengan judul: *“Saksi Bisu dari Ruang Forensik”*. A.l sebagai berikut:


“Tim terdiri atas dua dokter RSPAD, yaitu dr Brigjen Roebiono Kertopati dan dr Kolonel Frans Pattiasinal serta tiga dari Ilmu Kedokteran Kehakiman Universitas Indonesia (UI) yaitu Prof dr Sutomo Tjokronegoro, dr Liau Yan Siang, dan dr Liem Joe Thay. Mereka bekerja delapan jam dari pukul 16.30 pada 4 Oktober sampai pukul 00.30 pada 5 Oktober di kamar mayat RSPAD.”


“Selanjutnya pada halaman 124, kolom pertama, alinea pertama tertulis,


“*Tapi ada fakta mengejutkan: tidak ada pencungkilan mata dan pemotongan penis para korban.* Tim sengaja berkonsentrasi pada pembuktian dua dugaan itu mengingat kabar sudah beredar di masyarakat”.


“Kemudian masih ada halaman 124 alinea ke-2, baris ke-3 dari bawah ditulis:


“Ada ketakutan kalau menuliskan apa adanya mereka akan dicap pro-PKI”.


“Maka pada halaman 124 pada kolom ke-2, alinea pertama ditulis:


“ *Pagi itu akhirnya tim dokter bersepakat untuk menulis fakta apa adanya, dengan pertimbangan kesetiaan pada sumpah pro0fesi untuk menyatakan kebenaran. Mereka juga sepakat untuk siap masuk penjara karena mengambil sikap itu.*


“Selanjutnya masih ada halaman 124 kolom ke-2 alinea kedua, tertulis:


“Pada masa Orde Baru, sekeping kebenaran dari kamar mayat RSPAD itu tidak pernah terungkap di publik. *Visum et Repertum *juga seolah hilang. Setelah selesai disusun, hasil visum saat itu diberikan kepada Soeharto (kemudian menjadi Presiden RI kedua) yang selalu mengawasi tim dokter saat bekerja. Dalam pengadilan militer anggota TNI AU, Heru Atmodjo pada perkara G30S, visum dijadikn alat bukti. Tapi setelah itu tak tentu rimbanya.”


* * *


Melalui bukunya, Heryani Busono Wiwoho, melakukan penggugatan historis demikian:


“Demikian antara lain tulisan di dalam majalah*INTISARI*.*Mengapa fakta yang tertulis dalam visum kemudian *_*tidak *_*disebar-luaskan? Tentu saja karena: *


*1. Agar fitnah keji Soeharto cs tidak dianggap _kebohongan besar_oleh masyarakat. Dan Soeharto tetap dianggap pahlawan oleh masyarakat. *


*2. Agar masyarakat tetap membenci Gerwani dan PKI, dan tetap marah kepada mereka. *

   *3. Agar pembantaian jutaan manusia yang tidak berdosa dianggap sah.
   Agar penahanan ratusan ribu manusia yang tidak berdosa tanpa proses
   pengadidlan di dalam penjara sampai belasan tahun serta pembuangan
   puluhan ribu anak bangsa yang tidak bersalah dianggap sah.*

   *4. Agar pelaku kejahatan dan pelaku pelanggaran HAM ini, tidak
   dituntut dan terlindungi. *

   *5. Agar relief tarian telanjang bunga harum yang terukir pada
   bagian bawah menument Lubang Buaya tidak perlu dihiolangkan dan
   teatap**Berjaya (Meski semua ini bohong besar*. Baca “Suara
   Perempuan Korban Tragedi '65, hlm 16, 17, 18.


“Ironis sekali. . . . . Indonesia, . . . para pemimpinnya yang mengaku Pancasilais telah membohongi rakyatnya. Dengan sengaja, menutupi, memalsukan dan membelokkan sejarah.


“Mereka yang menepuk dada “pejuang di meda perang”, kini menjadi pengecut. |Soeharto sebagai penguasa Orde Baru adalah orang yang paling bertanggung jawab atas pembunuhan masal dan pelanggaran HAM lainnya. Ia menjadi _begitu ketakutan_sehingga dia selalu berdalih sakit, setiap kali akan diajukan ke kursi pengadilan. Kalau dia memang tidak berdosa atau bersalah, mengapa dia harus takut”.


* * *


Karya sejarah buah pena Heryani, telah memperkaya kesaksian dan pengalaman betapa luar-biasa dan begitu gawat dampaknya FITNAH DAN KEBOHONGAN SEKITAR LUBANG BUAYA DAN PERANAN GERWANI, yang dilancarkan Suharto sebagai dalih dan awal pembantaian masal 1965-66 dst.


*Memang ironis dan amat memalukan, setiap 5 Oktober tentara termasuk Presiden SBY mengadakan upacara HARI KESAKTIAN PANCASIL di depan monumen Lubang Buaya, justru dimana diantra relief yang terukir di monumen itu, tergurat FITNAH DAN KEBOHONGAN YANG PALING BESAR, KEJAM DAN BIADAB . . . . YANG PALING MEMBENGKOKKAN CATATAN SEJARAH BANGSA . . .*



** * **


pelecehan sex untuk mereka yang di anggap pki

Kejamnya penjara dan pelecehan seks untuk mereka yang dicap PKI


Ilustrasi Gerwani. ©2012 Merdeka.com
Ilustrasi Gerwani. ©2012 Merdeka.com
Ourvoice.or.id- Ratusan narapidana di Lapas Klas I Tanjung Gusta Medan, Sumatera Utara, mengamuk, Kamis (12/7). Mereka memprotes fasilitas penjara. Sebagian napi juga memprotes peraturan pemerintah yang tak memberikan remisi pada tahanan narkoba dan teroris.
Fasilitas dan kondisi tahanan memang tak pernah memuaskan, terkadang bisa sangat memuakkan. Pada saat Orde Baru, kondisi tahanan paling mengerikan dialami mereka yang dicap terlibat Partai Komunis Indonesia (PKI).
Sri Sulistyawati (71), adalah seorang wartawati Warta Buana yang sebelas tahun dipenjara di Bukit Duri. Sri menjadi tahanan politik karena dianggap pembela Soekarno. Alasan lain, Sri pernah membantu mendirikan Gerwani cabang Jakarta. Selain itu suami Sri adalah Ketua Pemuda Rakyat Sukatno yang menjadi underbouw PKI. Tanpa pengadilan Sri dijebloskan ke penjara.
“Di sana saya makan dengan pinset karena nasinya dicampur dengan beling dan pasir. Mereka (Pemerintah Soeharto) ingin kita mati pelan-pelan,” jelas Sri kepada merdeka.com.
Sri menjelaskan umumnya tahanan tidak disiksa di Penjara Bukit Duri. Tapi dibawa ke tempat lain. Istilahnya dibon, atau dipinjam. Nasib tahanan pun bergantung ke tempat mana dia dibon.
“Banyak yang tidak kembali lagi ke tahanan. Mungkin dieksekusi,” kata Sri yang mengalami siksaan di lokasi Gang Buntu, Kebayoran Lama.
Dalam buku Menyeberangi Sungai Air Mata, kisah tragis Tapol 65 dan upaya rekonsiliasi terbitan Kanisius tahun 2007, dikupas penderitaan yang dialami para Tapol 65.
Salah satu korban geger 65 itu bernama Christina Sumaryati. Seorang mahasiswi IKIP Yogyakarta. Christina ditangkap karena tercatat sebagai anggota Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI). Rupanya tentara menganggap IPPI merupakan organisasi underbouw PKI.
Awalnya Christina ditahan di Kamp Tahanan Cebongan. Siksaan di sini masih tak terlalu berat. Anehnya para penjaga selalu meminta melihat paha para tahanan wanita. Katanya kalau Gerwani, ada cap palu aritnya. Tentu saja itu akal-akalan saja.
Christina sempat dibebaskan karena dianggap tak terlibat. Baru saja dia mulai menjalani hidup, April 1968 dia kembali ditangkap. Alasannya pun aneh. Karena orang yang dicari tak ada, para anggota ormas itu menangkap Christina.
“Saya ditelanjangi dan disuruh naik ke atas meja. Mereka membakar kemaluan saya dan menyiksa saya,” kata Christina.
Setelah itu mereka membawa Christina ke tahanan Wirogunan. Di sana kembali dia mengalami siksaan di luar batas kemanusiaan. Mulai dipukuli, ditelanjangi, diarak hingga dilecehkan.
Dari Wirogunan, dia dibawa ke Kamp Plantungan dan akhirnya penjara Bulu Semarang. Christina baru bebas tahun 1978. Dia dipenjara 10 tahun tanpa proses pengadilan atau kesempatan membela diri.
Kisah lain dituturkan Maria Madgalena Sujilah. Dia seorang penari yang mahir, hingga pernah menari di depan Presiden Soekarno. Kemudian dia bergabung dengan pemuda rakyat dan menarikan tari genjer-genjer. Itulah awal mimpi buruknya.
Sujilah muda tak tahu apa itu politik, atau PKI. Dia hanya ikut-ikutan teman. Disuruh menari ya menari. Tak tahu apa yang terjadi di Lubang Buaya, Dewan Jenderal atau apa itu Gerpol.
Oleh tentara Sujilah dipaksa mengaku terlibat penculikan para jenderal. Bagaimana mau terlibat, saat itu dia ada di Yogya. Tapi mereka terus memukuli Sujilah. Ditelanjangi, disundut rokok, dilecehkan hingga diberi makanan yang hanya layak untuk babi.
Masih banyak kisah serupa yang membeberkan gelapnya penjara bagi para tahanan politik. Tiga orang ini hanya mewakili ribuan orang yang ditangkap dengan sewenang-wenang dan diperlakukan sangat buruk dalam tahanan.
Sumber : merdeka.com
Klik : kesaksian guru anggota gerwani

gerwani mereka yang teraniaya

gerwani, kesaksian mereka yang teraniaya

Judul buku: Gerwani: Kisah Tapol Wanita di Kamp Plantungan
• Penulis: Amurwani Dwi Lestariningsih
• Penerbit: Penerbit Buku Kompas
• Cetakan: I, 2011
• Tebal: 296 halaman
• ISBN: 978-979-709-602-1 WIJANARTO
Historiografi perempuan Indonesia hingga kini terkadang masih terasa semacam repertoar gelap dan cenderung stigmatis. Dinamika emansipasi dan instrumen politik menjadi ranah yang sering kali masih sensitif dalam menelaah progresivitas peran dan gerakan perempuan itu sendiri.
Salah satu memori yang masih melekat tetapi cenderung menjadi reportase gelap adalah upaya rekonstruksi historiografi tahun 1965 menjadi penulisan utuh (bukannya seperti serpihan atas beberapa tafsir). Tafsir yang melekat dan sampai sekarang menjadi keyakinan tunggal adalah pendistorsian terhadap organisasi Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani).
Peran organisasi perempuan ini telah ditahbiskan oleh negara melalui teks-teks hingga seluloid film sebagai stereotip perempuan yang kurang bermoral dan terlibat dalam Peristiwa 30 September 1965. Studi Saskia E Wierenga dan Katherine E Mc Gregor menunjukkan betapa wacana tunggal kekuasaan telah melakukan stigmatisasi terhadap lembaga Gerwani. Deskripsi tunggal yang dibenarkan instrumen negara tersebut menumbuhkan proses anarki kekuasaan yang mencuatkan kekerasan simbolik.
Kekerasan simbolik ini melahirkan kepatuhan dan kefasihan dalam diam yang harus diterima oleh perempuan Indonesia. Demikian halnya dengan perlakuan negara yang ditimpakan kepada pengurus dan anggota Gerwani sesudah mereka dituding terlibat di dalam peristiwa 30 September 1965.
Berbeda dengan buku lainnya yang mengupas Gerwani dari sisi institusional serta garis kebijakan politik feminisme, studi Amurwani berbicara tentang kehidupan personal anggota dan pengurus Gerwani ketika mereka dinaturalisasi dalam pusat ”rehabilitasi”, Tempat Pemanfaatan Sementara Tahanan G30S/PKI Golongan Wanita di Plantungan.
Mitos Plantungan sebagai kamp tahanan politik wanita merupakan sejarah gelap yang harus diceritakan. Karena masih banyak yang harus dieksplorasi dan belum diketahui, dibandingkan dengan tempat sejenis di Pulau Buru yang cukup banyak dipublikasi.
Buku yang semula merupakan tesis pascasarjana di Universitas Indonesia ini pada garis besarnya terbagi dalam tiga fragmen, yakni tentang wilayah Plantungan hingga dijadikan sebagai kamp tapol Gerwani, kisah penangkapan anggota dan pengurus Gerwani, hingga mereka di-”plantung”-kan serta kehidupan mereka di Plantungan.
Kamp lepratorium
Berada di wilayah yang terpencil di kaki Gunung Prahu (Kendal), pemerintahan Orde Baru menetapkan Plantungan yang semula merupakan rumah sakit untuk kaum lepra (lepratorium) menjadi kamp tahanan untuk perempuan—meminjam istilah dokter Sumiyarsi Siwirini—”pengidap lepra politik”. Secara ideologis keberadaan kamp ini bertujuan pembinaan tahanan politik agar dapat kembali menjadi warga Indonesia yang baik sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Gelombang pertama kedatangan tapol wanita ke Plantungan berasal dari beberapa tahanan politik dari Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Solo, Ambarawa, dan Surabaya. Termasuk dalam gelombang ini adalah tokoh-tokoh seperti Mia Bustam (mantan istri pelukis Sudjojono), Sri Kayati (istri Rewang), Rose Pandanwangi, dokter Sumiyarsi Siwirini (Orba menjulukinya dokter Lubang Buaya), Murtiningrum (kerabat keraton Yogyakarta), dan Sutiah (istri Ruslan Kamaludin, tokoh PKI Jawa Timur).
Sebagai kamp tahanan politik perempuan, Plantungan menyimpan cerita undercover yang sebelumnya tak pernah terpublikasikan. Ada cerita protes para tapol mengenai pembagian beras yang disebut ”Beras Erwin”. Menurut para tapol, beras ini baunya tajam dan tidak enak. Sumiyarsi melakukan aksi protes saat ada tapol yang muntah setelah mengonsumsinya. Akibat protes tersebut, Sumiyarsi dipindahkan ke blok pengucilan (blok C2) dan kerap dijuluki sesama tapol wanita sebagai ”pig pen” (maksudnya kandang babi).
Juga cerita menarik dari penuturan Mia Bustam yang dipekerjakan sebagai kepala taman. Guna memperindah taman dan menghindarkan rumput tidak terinjak, Mia meletakkan beberapa batu. Persoalan mengemuka ketika pimpinan kamp menghitung jumlah batunya sembilan. Karena petugas tersebut mengaitkan angka 9 dengan bulan September yang mengingatkan tragedi September 1965—angka yang dianggap rawan dalam pemerintahan Orba.
Memori personal
Kekuatan buku ini terletak pada eksplorasi penulisan sejarah yang mengandalkan pada memori personal yang tidak mudah untuk mengoreknya. Terdapat sebagian mantan anggota Gerwani yang menyembunyikan identitas mereka dan mengubah dengan identitas baru. Pengalaman trauma politik dan posisi mereka yang dikorbankan dalam kejadian 1965 adalah alasan penyebab mengapa mereka ingin tetap mengubur masa lalu. Selain mengandalkan memori personal, sumber primer buku ini juga dari beberapa memoar pribadi para mantan tapol ini, seperti catatan Mia Bustam (telah dipublikasikan) atau catatan dokter Sumiyarsi Siwirini.
Apa yang dilakukan penulis di dalam buku ini adalah memindahkan memori personal para mantan tapol (yang secara hukum belum tentu mereka menyandangnya) untuk dihadirkan di ruang publik. Bagaimana mereka menjadi korban turbulensi politik 1965— sebagaimana cerita Sumilah yang salah tangkap atau dilecehkan secara seksual (sebagai perbandingan baca studi Fransisca Ria Susanti, Kembang-kembang Genjer, 2007).
Dalam kekerasan simbolik, obyek perempuan diposisikan sebagai sesuatu pembenaran atas perilaku yang dianggap tipikal, bukan ideal sebagaimana layaknya perempuan. Politik tubuh perempuan yang direpresentasikan atas selera sensualitas merupakan mainstream yang mengemuka. Ketiadaan historiografi perempuan secara adil di Indonesia mengakibatkan perempuan berada pada halaman belakang dan sekadar memenuhi ruang- ruang buram penulisan sejarah. Dan, di Plantungan—meminjam ungkapan Pramoedya Ananta Toer—jangan sampai mereka menjadi warga yang ”dilumpuhkan”.(kompas)
Wijanarto Penulis Lepas, Tinggal di Brebes

Kata Pencarian:

kesaksian korban pki (19),kesaksian pki (12),korban g 30 s pki (12),kesaksian mantan pki (11),kesaksian anggota gerwani (10),kesaksian korban g30s pki (7),kesaksian tapol pki (6),foto tapol wanita gerwani yang di perkosa (6),kesaksian anggota pki (6),pengakuan anak pki (6),tahanan gerwani (6),kesaksian anak pki (6),gerwani (5),penangkapan pki (5),penyiksaan tahanan PKI (5),nasib tokoh2 pki pasca 30s pki (5),pengakuan gerwani (5),pelecehan gerwani (4),pki gresik (4),kesaksian pelaku g30s (4),kesaksian korban g30s (4),kesaksian pelaku g 30 s pki (4),pengakuan gerwani pki (4),trabedi wanita g 30 pki (4),pengakuan mantan pki (4),pengakuan tapol pki (4),kesaksian mantan anggota pki (4),kesaksian g30s (3),pelaku g30s (3),kesaksian korban korban pki (3),kamp tapol pki (3),pelaku dan korban G30S 1965 (3),pengakuan korban pki (3),kesaksian pelaku pki (3),peristiwa g 30 s pki 1965 (3),kesaksian pelaku g30spki (3),kesaksian pelaku g30s pki (3),Penyiksaan anggota pki (3),kesaksian para pelaku g 30 s pki (3),penyiksaan gerwani (3),gambar penangkapan pki (3),kesaksian para gerwani (3),foto anggota gerwani (3),korban gerwani (3),Korban pki (2),gambar gambar penyiksaan pki (2),pengakuan pelaku G30S (2),anggota gerwani yang masih hidup dan kesaksiannya (2),pencarian korban g30spki (2),penyiksaan tapol pki dan gerwani (2),kesaksian korban g 30 s pki (2),foto2 g 30s pki (2),penyiksaan wanita (2),foto-foto gerwani (2),cerita penangkapan pki (2),kesaksian para pelaku g30s/pki (2),pengakuan pelaku g30spki (2),kisah pelaku pki (2),cerita eks tapol gerwani 1965 (2),gerwani lubang buaya (2),gerwani g30s (2),Penuturan korban pki (2),cerita korban pki (2),www cerita korbab G30s/pki (2),penangkapan orang pki (2),KESAKSIAN KORBAN G30SPKI (2),kisah gerwani jogja (2),penangkapan gerwani (2),peran gerwani pada peristiwa G 30 S PKI (2),pengakuan kesaksian nyata g30spki (2),sejarah gerwani pki (2),foto pelaku g 30 s pki (2),nasib gerwani (2),pengakuan anggota pki (2),Pelaku G30SPKI (2),foto kekerasan pki (2),pengakuan ex tapol G30S/PKI (2),pelaku dan korban peristiwa g30s pki (2),kesaksian Rewang (2),pelaku dan korban g30s pki (2),foto foto penyiksaan G30S pki (2),kesaksian keluarga korban g 30 s pki (2),kesaksian g30spki (2),Kesaksian g30s pki (2),perkosa gerwani (2),foto penyiksaan gerwani (2),tokoh gerwani pki (2),kesaksian keluarga korban g30s/pki (2),pengakuan anggota g 30 s pki (1),korban g30s pki di yogyakarta (1),korban penyiksaan oleh pki (1),pengakuan anggota gerwani dalam g30s pki (1),pengakuan anggota gerwani (1),korban penyiksaan pki (1),pengakuan angota pki (1),pengakuan anak korban G 30 S PKI (1),Kisah2 dari pelaku peristiwa g 30 s PKI (1),penangkapan pki di jatim (1),kisah tragedi sumilah (1),korban tapol pki (1),korban pelecehan seksual gerwani (1),korban hidup G30s/pki (1),penangkapan tokoh gerwani pusat (1),korban G30S PKI lobang buaya (1),korban gerwani 1965 (1),pencarian korban g30s (1),Korban dan foto gerwani (1),penangkapan pelaku g30spki (1),pelecehan yang dilakukan oleh anggota g 30spki (1),mantan anggota pki (1),pelecehan yang dilakukan oleh anggota g 30 s pki (1),Mantan ex tapol g30spki (1),masih hidup gerwani (1),memoar pulau buru (1),memoar tahanan g30s (1),pelecehan wanita gerwani pki (1),pelecehan seksual tapol pki (1),pelecehan seksual kepada gerwani (1),pelecehan kepada gerwani (1),nasib anggota pki (1),nasib gerwani setelah g30spki (1),nasib para gerwani (1),kesaksian korban mantan pki (1),pelaku dan korban dari peristiwa G3OS 1965 (1),pembantaian gerwani (1),pembantaian gerwani pki (1),penangkapan pelaku G30s PKI (1),korban pki pulau buru (1),Penangkapan pelaku g 30 s pki (1),Penangkapan para pki (1),kronologi penyiksaan di lubang buaya (1),kronologi penyiksaan g30spki (1),kronologis penangkapan pelaku g 30 s/pki (1),penangkapan gerwani youtube (1),kronologis penyiksaan gerwanh (1),pelaku sejarah gerwani (1),penangkapan g30spki (1),penangkapan dan penyiksaan PKI (1),penangkapan angguta pki (1),Legenda Pki Gambar2 wanita gerwani (1),penangkapan anggota pki (1),pemgakuan gerwani ttg pki (1),pelaku dan korban g30s (1),Pengakuan eks anggota pki (1),perlakuan tapol pki (1),sejarah gelap G30s/pki (1),sejarah nasib terakhir gerwani/g 30 s pki (1),sejarah pki di gresik (1),siapa pelaku korban G30S (1),sumiyarsi siwirini (1),tapol g30s pki pengakuan (1),testimoni korban pelecehan (1),tokoh pki surabaya 1965 (1),tragedi g30spki 1965 kesaksian tokoh2 (1),saksi pelaku pki di solo (1),ruang penyiksaan pki (1),resensi tragedi g30s pki 1965 (1),photo2 penangkapan dan tahanan anggota pki (1),photo2 penyiksaan PKI (1),pki gerwani di jawa (1),PKI GRESIK PEMBANTAIAN (1),poto pki merkosa wanita indo (1),proses pencarian korban PKI d lubang buaya (1),pulau buru tempat penyiksaan anggota pki (1),rahasia penangkapan gerwani (1),rahasia penyiksaan di peristiwa g 30 s /pki (1),video gerwani pki (1),video korban kekerasan G-30S (1),video pelaku pki (1),www kesaksian pelaku G30spki com (1),www korbang30s/pki com (1),www lubang buaya 1965 gerwani (1),yotube pki plantungan (1),youtube kekuatan pki (1),youtube kesaksian korban g30spki (1),youtube para eks tapol gerwani pki buka suara (1),youtube penangkapam pki (1),youtube pengakuan anak PKI (1),www kesaksian korban pki (1),www kesaksian korban pembantaian com (1),www kesaksian G30s com (1),video penangkapan gerakan g 30spki (1),vidio you tube gerakan gerwani (1),wanita anggota pki (1),wanita korban PKI (1),web tentang kejadian atau kesaksian peristiwa G30S PKI (1),www foto-foto Gerwani com (1),Www gambar gerwani pki (1),www gambar korban G_30s_pki 1965 com (1),www kesaksian g 30 s pki (1),Yuotube kesaksian ketua gerwani saat tahanan (1),perkosagerwani (1),pengakuan eks pki yang selamat (1),pengakuan pengubur massal 1965 (1),pengakuan penyiksa PKI (1),pengakuan penyiksaan mantan anggota gerwani (1),pengakuan perempuan yg di lecehkan (1),pengakuan tahanan gerwani (1),pengakuan tapol (1),pengakuan tapol gerwani (1)

gerakan wanita indonesia

Gerwani, Cerita Dibalik Sejarah.
Oleh : Luh Putu Anggreni, SH
(Aktivis Perempuan dan Anak )
Gerwani, Gerakan Wanita Indonesia dibentuk pada tahun 1950. Sebelumnya sempat dinamakan Gerwis atau Gerakan Wanita Istri Sedar. Gerakan Gerwani dijaman itu, sudah mencerminkan semangat revolusi yang bertujuan mencapai kesamaan hak untuk perempuan. Melalui pendidikan ketrampilan, pemberantasan buta hurup dan pembentukan Taman Kanak-Kanak di desa-desa. Pada tahun 1965, Gerwani menyatakan jumlah keanggotaannya lebih dari 1,7 juta perempuan dan aktif terlibat dalam implementasi kebijakan reformasi agrarian, bekerjasama dengan organisasi petani lainnya.Gerwani juga aktif dalam upaya menggalang sukarelawati sekitar kampanye pemerintah untuk pembebasan Irian Barat ( sekarang Papua ) dan kampanye melawan Malaysia pada waktu itu.
Saskia Wieringa, Peneliti asal Belanda yang menulis mengenai Gerwani dari perspektif Feminis,mempergunakan konsep gender sebagai konsep analitis. Hasil Penelitiannya dibukukan sebagai karya Disertasi Doktor yang diajukan pada Institute of social Studies (ISS) Den Haag. Dalam perspektif penelitian Wieringa, Gerwani ditempatkan sebagai “korban” peristiwa politik Oktober 1965. Dia mencoba mengurai anggapan para pejabat penguasa, bahwa Gerwani adalah gerakan perempuan progresif yang tidak bermoral/ pelacur bejat moral.
Temuan Saskia ternyata Gerwani merupakan organisasi massa perempuan yang suaranya sangat keras dalam membela hak-hak perempuan dan anak-anak sesuai dengan keadaan jamannya. Gerwani yang sebelumnya bernama Gerwis, pada tahun 1954 menempatkan organisasinya dalam barisan pelopor, yang menggalang massa perempuan seluas-luasnya sebagai wadah pendidikan massa dan juga berjuang melalui parlemen.Perjuangan di Parlemen adalah memasukkan agenda perempuan dalam rancangan Undang-Undang seperti UU Perkawinan dan UU Ke Imigrasian. Bagi Gerwani, musuh idiologisnya adalah berbagai pandangan yang menjadi penyebab berlangsungnya diskriminasi terhadap perempuan yang bersumber pada feodalisme, imprealisme dan kolonialisme. Pada strategi perjuangan massa di medan feminism dan daerah,Gerwani melakukan kegiatan mulai dari pemberantasan buta hurup, memberi kursus-kursus ABC, penanggulangan bencana alam, mengurus anggota yang menjadi korban kekerasan dan poligami, sampai mengurus taman kanak-kanak.Gerwani juga menggalang front persatuan diantara organisasi-organisasi perempuan,misalnya dalam kongres Wanita Indonesia/ KOWANI. Gerwani mengajak organisasi perempuan untuk bekerjasama memperjuangkan RUU Perkawinan. Pada masa pemerintahan Soekarno, Gerwani adalah satu-satunya organisasi perempuan yang merambah kepentas politik Nasional, sementara organisasi perempuan lainnya lebih menekuni kerja social saja. Kerja-kerja politik dianggap hanya sebagai milik politisi laki-laki, dan kaum perempuan digiring kemedan kerja sosial yang didifinisikan sebagai tempatnya kaum perempuan. Profil perempuan Gerwani yang bersuara keras dan militant sangat mengancam” kegagahan” laki-laki yang dalam masyarakat Indonesia ditempatkan sebagai penjaga gawang nilai-nilai normative.
Pada masa peristiwa 1965, anggota Gerwani dan perempuan lainnya yang dianggap berafiliasi dengan PKI, menjadi sasaran kejahatan sistematis, antara lain : pembunuhan, penghilangan paksa, penahanan sewenang-wenang, penyiksaan dan kekerasan seksual. Meskipun ada laporan otopsi resmi yang menyimpulkan bahwa penyebab kematian para perwira ( peristiwa Lubang Buaya ) adalah tembakan peluru, pemukulan benda tumpul dan bahwa jenazah dalam keadaan utuh, namun beberapa media masa saat itu menyebarkan laporan palsu mengenai kondisi jenazah, dinyatakan mata dalam keadaan tercongkel, dan kemaluan dipotong.Laporan-laporan yang tidak terverivikasi menceritakan tentang penyiksaan seksual dan pengebirian yang dilakukan oleh anggota Gerwani. Cerita-cerita ini kemudian menjadi peristiwa kekerasan kepada perempuan gerwani yang ditangkap, ditahan, disiksa secara seksual, ditelanjangi dengan alasan mencari tato yang akan menunjukkan keanggotaan dalam organisasi.
Mengacu pada mandat Komnas Perempuan,sesuai Perpres No.62/2005, untuk menciptakan situasi yang kondusif bagi penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan penegakan HAM perempuan, dan menyebarluaskan pemahaman tentang segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, maka pada tgl 29 Mei 2006, Komnas Perempuan menerima pengaduan sekelompok korban perempuan dari peristiwa 1965. Para ibu ini yang kebanyakan sudah berusia lanjut, mengungkapkan pengalaman pelanggaran dan kekerasan yang mereka alami dimasa lalu, sekaligus diskriminasi yang masih terus mereka rasakan. Mereka juga menyampaikan tuntutan serta harapan mereka untuk masa depan yang lebih baik.Komnas Perempuan kemudian membantu menganalisa pengalaman perempuan korban 1965, memfasilitasi dialog tentang pengalaman korban dengan lembaga pemerintah dan organisasi masyarakat, dan membuat laporan resmi tentang temuan-temuan dari proses ini serta rekomendasi-rekomendasi pada Presiden dan pemerintah.
Komnas Perempuan melakukan konsultasi dengan sejarawan dan para ahli, mempelajari naskah-naskah penelitian akademis, mengumpulkan arsip-arsip sejarah dan bukti-bukti lainnya serta melakukan analisa yang mendalam terhadap 122 kesaksian perempuan korban 1965. Komnas perempuan sangat menyadari bahwa kesaksian-kesaksian ini hanyalah sebagian kecil dari pengalaman ribuan korban lainnya. Namun Komnas Perempuan percaya bahwa temuan-temuan dari laporan ini telah menangkap pola yang paling utama berkaitan dengan pelanggaran yang dialami perempuan pada masa itu. Komnas Perempuan telah menemukan bukti-bukti yang saling menguatkan yang mengungkapkan pola penyiksaan seksual yang terjadi diberbagai tempat penahanan dibanyak tempat. Korban perempuan dihina dengan kata-kata yang melecehkan, dituduh terlibat dalam tarian seksual sambil menyiksa para jendral.
Dari 122 kesaksian yang diterima dan dipelajari, Komnas Perempuan dapat menyimpulkan adanya indikasi kuat bahwa pelanggaran-pelanggaran yang dialami perempuan berkaitan dengan peristiwa 1965 telah memenuhi unsur-unsur kejahatan terhadap kemanusiaan berbasis gender. Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah kejahatan Internasional yang sangat serius ,dimana perbuatan tertentu (pembunuhan, penyiksaan, perkosaan, dll) terjadi dalam kontek penyerangan secara luas atau sistematis terhadap masyarakat sipil. Pada intinya, kejahatan terhadap kemanusiaan terjadi pada saat Negara mengerahkan kekuatan untuk menyerang warga negaranya sendiri.
Ada beberapa kesimpulan yang ditarik oleh Komnas Perempuan :
Kejahatan terhadap kemanusiaan telah menjadi bagian dari hukum kebiasaan Internasional dengan digelarnya Mahkamah Militer Nurenberg (1945-1946) dan Tokyo ( Mei 1946 – Nop 1948) dan diadopsinya prinsip-prinsip Nurenberg oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1950, sehingga Indonesia sebagai anggota PBB telah mengakui prinsip-prinsip ini dan terikat pada hukum kebiasaan Internasional.
Kewajiban Indonesia untuk mengadili pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan semakin menguat dengan diadopsinya UU No.26/2000 yang menjadi landasan hukum untuk pengadilan HAM di Indonesia.
Dari 122 kesaksian yang dipelajari Komnas Perempuan telah tergambar peristiwa pembunuhan, kekerasan dan penahanan missal yang terjadi di berbagai wilayah di Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan Timur, dan Pulau Buru yang menjatuhkan setidaknya ratusan ribu korban. Data-data yang dipelajari memberi indikasi kuat bahwa telah terjadi serangan yang meluas dan sistimatik, artinya terjadi secara berulang dengan pola yang terulang diberbagai lokasi, terhadap perempuan yang dituduh mempunyai hubungan dengan Gerwani, PKI dan organisasi lainnya. Misalnya korban dari wilayah yang berbeda melaporkan metode kekerasan dalam bentuk penelanjangan dengan alasan mencari cap palu arit. Perkosaan dalam tahanan dan serangan terhadap alat-alat reproduksi perempuan dalam proses interogasi.
Harapan dan Rekomendasi dari Komnas perempuan mengenai Gerwani adalah:
1. Bertanggungjawabnya Negara bersama segenap elemen bangsa untuk bersungguh-sungguh mengambil langkah konkrit untuk membebaskan diri dari belenggu stigma tentang Gerwani dan seluruh stigma lain yang terkait peristiwa 1965.
2. Sangat diharapkan semua pihak yang berpengaruh dalam pembuatan opini public termasuk lembaga agama agar melibatkan diri dalam :
Upaya rekonsiliasi ditingkat basis antara korban dan komunitasnya
Upaya pengungkapan kebenaran dilingkungannya masing-masing terkait peran masyarakat dalam peristiwa 1965
Memperkuat komitmen pada prinsip-prinsip anti kekerasan dan memutus mata rantai kebencian di masyarakat
3. Segenap penyelenggara Negara dan elemen bangsa memberi dukungan dan menciptakan rasa aman bagi upaya masyarakat dalam melakukan rekonsiliasi.serta tidak hanya sekedar mengucapkan janji simbolis bahwa kejahatan berbasis gender tidak boleh terulang lagi.
4. Masyarakat Internasional dapat mengambil segala langkah dan tindakan untuk memastikan dan mendukung pemerintah Indonesia dalam menjalankan kewajibannya untuk mengungkap kebenaran, menegakkan keadilan, mencegah keberulangan pelanggaran HAM dan menjamin hak-hak perempuan korban, termasuk pemberian reparasi.
(sumber bacaan : Laporan Komnas Perempuan ; Mendengarkan Suara Perempuan Korban Peristiwa 1965 dan Buku Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia, karya Saskia Eleonora Wieringa)

pelecehan terhadap gerwani

Pelecehan seksual terhadap Gerwani: Kisah Atikah – Djamilah dan Djemilah


Djamilah berdasarken lukisan karja Dewi Candraningrum
Djamilah lukisan karya Dewi Candraningrum
Oleh Saskia Wieringa
Pengantar
Ketika pada tanggal 1 Oktober 1965 enam orang jenderal dan seorang letnan diculik serta dibunuh, tak terbayang oleh seorangpun bahwa teror yang akan terjadi sebagai dampak peristiwa ini di kemudian hari ditanggung jutaan orang Indonesia, bahkan sebagai bangsa secara keseluruhan. Dalam usianya yang masih pendek, Republik muda ini harus menghadapi krisis yang begitu gawat. Presiden Sukarno memang berhasil menjaga persatuan. Menyusul kerusuhan regional tahun 1950an, beberapa partai politik dilarang dan beberapa tokoh dipenjara. Tetapi tahun 1965 adalah neraka yang benar-benar membara.
Zaman memang sudah lain, perekonomian porak poranda, dan ketegangan antara tentara dengan PKI, Partai Komunis Indonesia, makin menjadi-jadi. Tetapi tak seorangpun bisa meramalkan bahwa akan terjadi genosida, orang Indonesia membunuhi sesama orang Indonesia dengan korban sampai ratusan ribu orang. Tak lama setelah aksi kelompok G30S, yang dihentikan atas perintah Presiden Sukarno, Jenderal Soeharto turun tangan, dia menuduh PKI mengotaki dan melakukan pembunuhan itu. Ia mengumumkan bahwa PKI harus diganyang untuk “menyelamatkan bangsa”. Dalam langkah-langkah yang cekatan PKI dituduh atheis dan gila seks. Hal ini begitu membikin marah kalangan agama (baik Muslim maupun Kristen), sehingga mereka beramai-ramai membantai tetangga sendiri.
Pelecehan seks merupakan inti operasi ini. Perempuan-perempuan muda yang ada di sekitar Lubang Buaya, tempat para perwira militer itu dibunuh dan ditimbun, dituduh telah mementaskan tarian cabul, bahkan merayu, memotong kemaluan serta membunuh, termasuk mencungkil mata para perwira itu. Padahal sebenarnya mereka sedang mengikuti latihan sukarela dalam rangka kampanye ‘Ganjang Malaysia’ yang dilancarkan oleh Presiden Sukarno. Latihan seperti ini sudah pernah diikuti oleh ribuan sukarelawan lain. Sampai sekarang tidak diketahui siapa yang bisa dituding sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kebohongan tak masuk akal ini, bahwa ada perempuan Komunis bejad yang melacurkan diri serta memperkosa, memotong kemaluan dan merusak tubuh perwira militer ini begitu mereka ditembak mati oleh kelompok G30S. Yang jelas secara umum propaganda atas perilaku para perempuan itu dipercaya yang kemudian menggerakkan kalangan agama serta milisia kanan untuk melakukan pembunuhan massal.
Salah satu kisah yang sangat mendorong luapan emosi adalah kisah yang disebut pengakuan Djamilah1, seorang pemimpin Gerwani cabang Jakarta. Sebenarnya tokoh ini bernama Atikah, tetapi tatkala mendengar penangkapan massal para pemimpin organisasi onderbouw PKI, ia melarikan diri. Tak pernah tertangkap, sampai sekarang orang tak tahu lagi keberadaanya. Selama melarikan diri konon dia mengubah nama menjadi Djamilah. Kalangan militer kemudian memburu Djamilah. Tapi yang mereka jumpai adalah Djemilah, bukan Djamilah. Pada awal November 1965 empat koran yang berkaitan dengan tentara menerbitkan apa yang disebut ‘pengakuannya’. Kata-kata dalam empat cerita itu nyaris sama, yang berarti bahwa pernyataan itu telah terlebih dahulu dipersiapkan untuk kemudian dibagikan kepada pers. Berikut ini pertama-tama akan diturunkan apa yang disebut sebagai pengakuan pertamanya, dan kemudian kisah Djemilah seperti dituturkan oleh suami keduanya.
Kisah Djemilah diperkuat oleh beberapa perempuan yang pernah dipenjara bersamanya di Bukit Duri dan pernah mengenal dia. Awal 1980 saya mewawancarai Ibu Sudjinah, sekarang dia sudah tutup usia. Ibu Utati yang belakangan baru saya wawancarai, juga membenarkan kisah itu. R. Juki Ardi, penulis yang pernah disekap di Pulau Buru, menulis kisah Djemilah. Ardi kenal Haryanto, suami pertama Djemilah. Haryanto adalah pemimpin SOBSI, serikat buruh onderbouw PKI. Sebelum Haryanto dibunuh di Buru, Ardi berjanji begitu bebas dia akan mencari Djemilah. Mereka bertemu dan menikah, memperoleh dua anak dan bisa bertahan hidup dalam kemiskinan parah.
Djemilah bukanlah satu-satunya perempuan yang diciduk oleh tentara hanya karena namanya mirip dengan nama pemimpin Gerwani yang melarikan diri. Perempuan-perempuan lain yang sempat dikurung bersama Djemilah masih menuturkan dua kasus serupa, keduanya terjadi di Jawa Tengah. Djamilah pertama bunuh diri setelah diperkosa. Djamilah kedua akhirnya dibebaskan tapi lumpuh seumur hidup (Ardi, 2011: 101).
Rekaan tentara
Selain sekitar 60 0rang sukarelawan Pemuda Rakjat, beberapa orang anggota Gerwani juga ikut latihan supaya bisa ambil bagian dalam politik Konfrontasi melawan Malaysia yang waktu itu dikobarkan oleh Presiden Sukarno. Beberapa anggota Gerwani itu adalah Saina, Emy dan Atikah. Mereka melarikan diri begitu tahu ada kabar bohong yang disebarluaskan tentara menyusul penculikan dan pembunuhan enam jenderal dan seorang letnan. Sebagai gantinya dua orang pelacur ditangkap yang memang bekerja di sekitar Lubang Buaya. Kebetulan mereka juga bernama Emy dan Saina. Mereka buta huruf dan tidak pernah tahu tentang Gerwani. Emy yang sebenarnya melarikan diri, sedangkan Saina kemudian tertangkap, tetapi dua orang lain yang juga ditangkap itu baru dibebaskan tahun 1978, bersama hampir semua tahanan politik lain yang, setelah disekap selama lebih dari 10 tahun, saat itu juga dibebaskan. Atikah melarikan diri dan mengubah namanya menjadi Djamilah. Dia tidak pernah tertangkap, tetapi di Jakarta ditangkap dua orang lain yang bernama Atikah dan Djemilah. Sebagai pengganti Gerwani mereka harus menanggung siksaan yang mengerikan, sedangkan dua orang pekerja seks dipaksa membubuhkan sidik jari pada cerita yang tidak bisa mereka baca. Djemilah menolak menandatangani cerita apapun, tetapi laporan tentang kegiatannya tetap terbit di koran-koran. “Cerita-cerita” “Djamilah” “Saina” dan “Emy” sangat membakar dan menimbulkan kesan bahwa pada dasarnya perempuan-perempuan komunis itu biadab, atheis dan bermoral bejad. Penyebarluasan berita bahwa mereka bukan manusia ini merupakan pembenaran bagi genosida serta kejahatan terhadap kemanusiaan yang kemudian terjadi secara massal di mana-mana.
Bahkan ketika Ibu Sudjinah, salah satu dari empat perempuan yang akhirnya diadili (bukan lantaran apa yang terjadi di Lubang Buaya), menunjukkan kesalahan ini pada tahun 1976, tidak diambil langkah apapun untuk memperbaiki kesalahan yuridis ini (Wieringa, 2002: 297-298). Kalangan tentara jelas tidak pernah mempercayai para perempuan yang sudah membuka dirinya di depan pengadilan.
Berita apa yang sebenarnya disebarluaskan oleh koran tentara? Empat artikel yang disebut di atas memuat cerita yang sama tentang ‘pengakuan jujur’ si ‘Djamilah’, sang ‘Srikandi Lobang Buaya’. Gadis muda berusia 15 tahun ini, begitu dilaporkan, sedang hamil tiga bulan ketika ditangkap, dan bersama suaminya mereka disebut anggota Pemuda Rakjat cabang Tanjung Priok.
Menurut koran-koran ini, pada tanggal 29 September 1965, Djamilah diajak oleh seorang pemimpin PKI untuk ikut latihan di Cilitan. “Pada hari itu dan keesokan harinya kami berlatih… dan pada sekitar jam tiga dinihari tanggal 1 Oktober kami dibangunkan. Kami diperintahkan untuk mengganyang Kabir (kapitalis birokrat) dan Nekolim (neo kolonialis dan neo imperialis). Sekitar 500 orang dikumpulkan, 100 di antara mereka adalah perempuan. Anggota Gerwani, termasuk Djamilah, diberi pisau kecil dan silet. Dari jauh terlihat seorang pria pendek gemuk masuk: dia masih mengenakan piyama. Tangannya diikat dengan kain merah, kain serupa juga dibalutkan pada matanya. Pemimpin kami, Dan Ton, memerintahkan untuk memukuli pria ini, kemudian kami juga menusukkan pisau kecil pada kemaluannya. Orang pertama yang kami lihat memukul dan menusuk kemaluan pria ini adalah pemimpin Gerwani Tanjung Priok bernama S dan Ibu Sas. Kemudian teman-teman lain menyusul … setelah itu giliran kami untuk menyiksa orang itu … tapi dia tidak juga mati. Kemudian orang berseragam memerintahkan Gerwani untuk terus menyiksa. Para perempuan anggota Gerwani ini mengulang lagi tindakannya, menusuk-nusuk dan memotong-motong kemaluan dan tubuhnya sampai dia mati” (dikutip dari Wieringa, 2002: 306-307).
Versi Djemilah sendiri
Beberapa tahun sepeninggal istrinya, suami Djemilah menulis kisah hidup istrinya (Ardi, 2011). Pada usia 14 tahun, masih duduk di kelas dua SMP di Pacitan, Jawa Timur, dia dinikahkan dengan Haryanto, tetangganya. Itu terjadi pada awal 1965, dan Haryanto adalah pria tampan, paling sedikit menurut orang tua Djemilah. Maklum dia adalah pemuda berhasil, di Jakarta ia memimpin SOBSI, serikat buruh progresif. Dia dihormati baik di Jakarta, maupun di desa kelahirannya tempat dia mencari pasangan hidup. Tak lama setelah perkawinan mereka menempuh perjalanan berat ke Jakarta. Djemilah tak tahu apa-apa tentang Jakarta, juga tentang pekerjaan suaminya. Dia sering ditinggal sendirian untuk waktu yang lama. Pada bulan September suaminya semakin jarang pulang, dan jelas makin tampak gugup. Akhir September, Djemilah hamil tiga bulan. Suaminya pergi malam hari menjelang tanggal 1 Oktober, dan ketika pulang ia membakari banyak dokumen serta memberitahu istrinya bahwa dia akan pergi untuk beberapa lama. Melek politik, Haryanto sadar bahwa dirinya dalam bahaya. Tak lama kemudian ketika terjadi penangkapan massal, dia kembali untuk memberitahu istrinya supaya dia kembali ke desa kelahiran, tanpa penjelasan apapun. Ia meninggalkan uang untuk perjalanan pulang itu. Menghantar istri ke terminal bis, dia tampak makin khawatir dan segera menghilang, padahal belum sampai terminal. Djemilah tak pernah berjumpa suaminya lagi. Sang suami tertangkap, dipenjara dan akhirnya dikirim ke Pulau Buru untuk kemudian dibunuh.
Djemilah sudah duduk dalam bis mini yang membawanya ke terminal, tatkala dia ditangkap oleh tentara. Ditanya siapa namanya, dia menjawab Djemilah. Mereka yang mendapat perintah untuk menangkap seorang perempuan bernama Djamilah, segera menangkapnya, walaupun dia protes karena bernama Djemilah, bukan Djamilah. Tentara berbaret merah itu mencuri uangnya dan semua barang miliknya. Dia dibawa ke kantor Komando Operasi Teringgi (KOTI), disiksa sampai hampir pingsan dan diperintahkan untuk menandatangani pernyataan sebagai Atika Djamilah, yang selalu ditolaknya. Kemudian dia dibawa ke Korps Polisi Militer. Di sana kembali dia disiksa dengan kejam, ditelanjangi dan dihina. Beberapa kali dia akan diperkosa, tapi entah bagaimana dia selalu berhasil menghalanginya, demikian ditulis oleh Ardi. Djemilah disiksa dengan begitu mengerikan sampai putus asal dan ingin mati saja. Oleh siksaan itu dia bahkan sampai nyaris gila. Akhirnya dia dijebloskan dalam penjara perempuan di Bukit Duri, tempat dia mendekam selama 14 tahun tanpa didakwa apalagi diadili.
Kasus Djemilah adalah salah satu dari beberapa kasus pemenjaraan orang lantaran salah identitas. Djemilah tidak tahu apa-apa tentang politik. Suami pertamanya tidak merasa perlu memberitahunya perihal politik nasional dan apa perannya di situ. Djemilah sendiri juga masih muda dan tak berpengalaman. Dia tidak tahu apa itu PKI, apalagi Gerwani, tapi selama berkali-kali diinterogasi dia dibentak-bentak sebagai “lonte Gerwani”.
Mereka yang menginterogasinya berupaya membuatnya mengaku bahwa dia ikut latihan di Lubang Buaya, dan dia juga menerima penghargaan sebagai pahlawan Gerwani. Mereka memaksanya supaya mengaku ikut serta dalam tarian cabul sambil menyiksa para jenderal. Bahkan setelah disiksa dengan begitu mengerikan dia tetap menolak menandatangani pernyataan apapun. Para interogator itu menggerayangi paha dan perutnya. “Aku membungkuk agar milikku yang sangat berharga tidak bisa ia jamah. Tapi tenagaku bukan tandingannya. Tenagaku sudah terkuras habis karena disiksa. Sekuat apa pun aku mempertahankan, nyaris tidak mampu. Untung saat beberapa milimeter tangannya hinggap di bagian terlarangku” (halaman 70-71). Karena begitu gawatnya siksaan yang harus ditanggungnya sampai waktu lahir bayinya tewas.
Perkosaan adalah peristiwa biasa, walaupun perempuan ini melawan mati-matian: “Semua tapol sudah mendapat giliran disiksa. mBak Endah yang paling parah. Ia dibawa ke rumah sakit ketika itu. mBak Endah mempertahankan kesuciannya dari lima prajurit yang memeriksanya. Mukanya dicakar-cakar menggunakan sangkur begitu niat mereka hendak menggagahi ibu muda itu gagal. Kemarahannya dilimpahkan ke sekujur tubuh mBak Endah” (halaman 92). mBak Endah akhirnya bunuh diri.
Pada suatu saat Djemilah memutuskan biarlah dirinya mati saja dalam siksaan. Dengan begitu para interogator akan berdosa membunuhnya dan dia tidak perlu bunuh diri, itu memang sangat dilarang oleh agama yang dianutnya. Karena itu dia menyerah akan mati saja ketika kembali dibawa ke “abatoar, sudah menunggu lima serdadu kroco di sana. Aku tahu apa artinya itu …. buka bajumu … supaya kita bisa melakukan pesta bersama, Srikandiku2”. Seorang prajurit ceking mendekatinya tetapi dia bisa mencegahnya, menolak membuka pakaian dalamnya dan pada suatu saat berhasil menendang selangkangan pria itu sampai sobek serta menggigit tangan pria lain sampai berdarah-darah. Akibatnya dia dipukuli dengan berat sampai lagi-lagi dia tak sadarkan diri. Dia diselamatkan oleh seorang prajurit lain yang masuk dan memberitahu para penyiksanya supaya berhenti, karena Djemilah adalah “tahanan khusus yang masih diperlukan” (halaman 93-95). Beberapa tulangnya patah, kedua kakinya luka berat dan juga patah; dari beberapa luka di tubuhnya darah mengucur, kulit rambutnya robek dari kepalanya, dia tak bisa melihat lantaran kedua matanya bengkak-bengkak.
Selain siksaan begitu berat yang dialaminya, termasuk siksaan seks, Djemilah juga dipaksa untuk memegang arit. Konon inilah arit yang digunakan untuk membunuh para jenderal. Para penyiksa berkata padanya, “…anjing Gerwani, kamu boleh pilih, aku perkosa atau menuruti perintah kami saja (halaman 77)”. Djemilah belum pernah melihat arit seperti ini. Ini mirip arit yang digunakan ayahnya untuk memotong padi, tapi lebih kecil. “Pegang ini! Ini kan alat yang kamu gunakan untuk mencongkel mata bapak-bapakku di Lubang Buaya?” (halaman 77), bentak para prajurit itu. Ia tak tahu apa yang mereka maui darinya, diambilnya arit itu dan dia dibawa keluar ke bawah pohon rambutan, tempat dia difoto sebagai ‘bukti’ bahwa dirinya ikut serta dalam peristiwa Lubang Buaya (halaman 78).
Ketika Djemilah akhirnya dibebaskan, dia baru berumur 28 tahun. Walau begitu dia sudah kehilangan bayinya, suami dan semua barang miliknya serta menderita trauma berat. Baru pada saat itu dia sadar: cerita rekaan tentara tentang dirinya telah tersebar luas. Di seantero Nusantara orang percaya bahwa anggota Gerwani telah memotong kemaluan para jenderal. Bahkan sampai sekarang masih banyak saja yang percaya bahwa perempuan anggota Gerwani adalah orang-orang yang bejat tak bermoral. (alih bahasa JW)
1 Sesuai dengan sumber-sumber pada zaman itu, untuk menulis nama digunakan ejaan Suwandi: Djamilah, bukan Jamilah. Langkah ini diambil supaya pembaca (terutama pembaca muda) tahu bahwa bahasa Indonesia juga pernah ditulis dalam ejaan lain, tidak melulu dalam EYD ciptaan Orde Baru. Tidak jelas mengapa Juki Ardi menulis nama istrinya dalam ejaan baru. Selain nama orang, istilah-istilah zaman itu juga tetap dipertahankan dalam ejaan lama, misalnya politik Ganjang Malaysia dan organisasi Pemuda Rakjat.
2 Bukan kebetulan tentara menggunakan nama tokoh wayang Srikandi. Ini diambil dari syair lagu Djamilah yang pada zaman itu sering dibawakan oleh penyanyi-penyanyi Lekra dan kalangan kiri lain. Berikut ini syair lagu Djamilah selengkapnya (dalam ejaan lama): Djamilah Djamilah Djamilah/ Kau pahlawan dara Aldjazair merdeka/ Teladan tjita kau derita/Dalam rangka belenggu pendjadjahan angkara/Hantjurpun rela badan raga/Berlinang air mata/ Namun tekatmu tetap njala berkobar didada/Djamilah Djamilah Srikandi/Darahmu jang sutji sumbangsih dalam bakti Mendjadi teladan nan tinggi/Aldjazair merdeka rachmat sakti ilahi

25 fakta tentang gerwani

25 Fakta Tentang Gerwani

Jumat, 8 November 2013 | 8:27 WIB 0 Komentar | 16098 Views
Gerwani-02-pbh-gambir.jpg
Pasca peristiwa G30S 1965, cerita mengenai Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) hampir semuanya berbau fitnah. Kehadiran sejumlah anggota Gerwani di Lubang Buaya, Jakarta, pada malam 1 Oktober 1965, dikaitkan dengan keterlibatannya dalam peristiwa G30S 1965.
Sejak itu, kampanye fitnah tentang Gerwani mengalir deras.Gerwani difitnah menyilet kemaluan para Jenderal dan mencungkil matanya. Tak hanya itu, kehadiran Gerwani di Lubang buaya juga dikaitkan dengan pesta seks bebas dan tarian seksual “Harum Bunga”.
Propaganda fitnah itu awalnya dilancarkan oleh koran-koran milik Angkatan Bersenjata. Propaganda itu kemudian dipahatkan melalui diorama di museum Lubang Buaya. Lalu, sejak tahun 1980-an, fitnah itu dikemas melalui film Pengkhianatan G30S/PKI. Cerita fitnah itu juga diawetkan melalui penulisan buku-buku sejarah versi Orba.
Kini, setelah Orba runtuh, kebenaran perlahana-lahan terkuak. Berbagai kesaksian dan penelitian sejarah membuktikan kebohongan berbagai fitnah murahan Orba tersebut. Sebaliknya, berkat penggalian sejarah yang dilakukan oleh sejumlah peneliti dan sejarawan, berbagai dokumen justru memperlihatkan peranan besar Gerwani dalam perjuangan bangsa Indonesia dan pembebasan perempuan.
Berikut ini 30 fakta tentang Gerwani yang kami himpun dari berbagai kesaksian dan dokumen yang sudah terpublikasi luas, baik melalui penerbitan buku-buku, jurnal, maupun internet.
  1. Sebagian besar pendiri Gerakan Wanita Sedar (Gerwis), yang kelak berganti nama menjadi Gerwani, adalah perempuan-perempuan revolusioner yang pernah terlibat dalam perjuangan melawan kolonialisme dan revolusi bersenjata pasca Proklamasi 17 Agustus 1945. Pemimpin terkemuka Gerwis, yakni SK Trimurti, sudah terlibat dalam pergerakan anti-kolonial bersama Bung Karno sejak tahun 1930-an. Pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, ia ditunjuk sebagai Menteri Perburuhan pertama dalam sejarah Republik; Tokoh pendiri lainnya, Salawati Daud, adalah walikota Makassar yang pertama di bawah pemerintahan RI sekaligus Walikota perempuan pertama di Indonesia. Ia aktif di pergerakan anti-kolonial sejak tahun 1930an. Tak hanya mengorganisir perlawanan, Salawati Daud turut bergerilya dan mengangkat senjata melawan Belanda; Tokoh Gerwani yang lain, seperti Soedjinah, Umi Sardjono, Soelami, dan lain-lain, juga tercatat ikut memanggul senjata membela kemerdekaan Republik Indonesia pasca Proklamasi 17 Agustus 1945.
  2. Gerwis, yang berdiri tanggal 4 Juni 1950, aktif dalam kampanye dan aksi-aksi menuntut pembatalan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB), menentang kembalinya modal asing, dan mengutuk peristiwa reaksioner peristiwa 17 Oktober 1952 (upaya sejumlah perwira AD mengkudeta Bung Karno dan membubarkan parlemen).
  3. Pada tahun 1952, Gerwis aktif dalam memperjuangkan hak-hak kaum tani, seperti di Semarang, Kendal, Tanjung Morawa (Sumut), Brastagi (Sumut), dan lain-lain.
  4. Pada tahun 1955, Gerwani (Cat: Gerwis berganti nama menjadi Gerwani di kongres II tahun 1954) aktif memperjuangkan Undang-Undang Perkawinan yang demokratis. Di DPR, Ketua Umum Gerwani Umi Sardjono menegaskan bahwa perjuangan mengesahkan UU perkawinan harus dipandang sebagai perjuangan melengkapi revolusi nasional.
  5. Pada tahun itu juga Gerwani mengadvokasi seorang perempuan bernama Maisuri, yang dipenjara karena menolak kawin paksa dan memilih lari dengan pacarnya. Gerwani juga mengecam dan mengusut tuntas kasus pembunuhan Attamini, seorang perempuan dari keluarga miskin di Malang, oleh seorang pedagang kaya keturunan Arab.
  6. Gerwani paling keras menentang poligami, perkawinan anak-anak, dan pelecehan terhadap perempuan. Bagi Gerwani, pengertian kemerdekaan nasional sepenuhnya meliputi juga penghapusan terhadap poligami, kawin paksa, pelacuran dan beban kerja ganda.
  7.  Pada tahun 1957, Gerwani mendukung aktif perjuangan bangsa Indonesia untuk mengusir kolonialisme Belanda di Irian Barat. Gerwani bahkan mengirimkan anggotanya untuk menjadi sukarelawati untuk pembebasan Irian Barat. Tak hanya itu, Gerwani memobilisasi 15.000 wanita ke Istana Negara, saat peringatan Hari Perempuan Sedunia, 1 Maret 1961, untuk menentang pembentukan negara boneka Papua oleh kolonialis Belanda.
  8. Pada tahun 1957, Gerwani aktif mendukung gerakan buruh untuk menasionalisasi perusahaan asing, terutama perusahaan milik Belanda. Langkah ini sekaligus upaya pemerintahan Bung Karno untuk melikuidasi sisa-sisa ekonomi kolonial. Dalam kampanye nasionalisasi terhadap perusahaan minyak Caltex, Gerwani dan SOBSI menggalang pembantu rumah tangga untuk memboikot majikan mereka. Aksi itu meluas ke restoran dan toko-toko untuk menolak melayani orang asing.
  9. Pada tahun 1960-an, Gerwani berkampanye untuk ketersediaan pangan dan sandang bagi rakyat. Tak hanya itu, gerwani rajin melakukan aksi demonstrasi untuk menentang kenaikan harga bahan pokok. Salah satu demonstrasi besar yang digalang Gerwani untuk menolak kenaikan harga terjadi pada tahun 1960. Bung Karno merespon aksi tersebut dan berjanji menurunkan harga dalam tiga tahun.
  10. Di desa-desa, anggota Gerwani giat bekerjasama dengan Barisan Tani Indonesia (BTI) untuk membela dan memperjuangkan hak-hak kaum tani, seperti hak atas tanah, pembagian hasil panen yang adil, dan lain-lain. Gerwani juga menggelar kursus dan pelatihan bagi perempuan tani di desa-desa. Gerwani juga aktif memperjuangkan dilaksanakannya UU Pokok Agraria (UUPA) 1960 dan UU Perjanjian Bagi Hasil (PBH).
  11.  Gerwani aktif memperjuangkan hak-hak buruh perempuan. Pada tahun 1950-an, Gerwani berhasil mendesak Kongres Wanita Indonesia (Kowani) untuk mengadopsi piagam hak-hak perempuan, yang di dalamnya ada bab khusus tentang hak buruh perempuan, seperti hak yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam memasuki semua pekerjaan dan promosi jabatan, kesetaraan upah, dan penghapusan segala bentuk diskriminasi di tempat kerja. Gerwani dan SOBSI juga kerap menggelar aksi bersama menuntut upah yang sama, cuti menstruasi dan hamil, hak perempuan mendapat promosi dan perlakuan yang sama di tempat kerja.
  12.  Pada tahun 1962, Gerwani mendukung politik Bung Karno untuk mengganyang negara boneka bentukan Inggris di Malaya, yakni federasi Malaysia. Tak hanya berkampanye dan menggelar aksi demonstrasi, Gerwani juga menyetorkan anggotanya untuk menjadi sukarelawati dan dipersiapkan untuk dikirim dalam operasi Trikora.
  13.  Gerwani aktif menentang pemberontakan PRRI/Permesta, yang dibelakangnya adalah kepentingan imperialisme AS. Bagi Gerwani, meneruskan revolusi berarti melawan PRRI/Permesta.
  14.  Pada tahun 1960, Gerwani aktif mendukung kampanye pemberantasan Buta Huruf (PBH) yang diserukan oleh Bung Karno. Untuk keperluan itu, Gerwani mendirikan banyak sekali tempat-tempat belajar dan menggelar kursus-kursus PBH.
  15.  Gerwani aktif dalam memperjuangkan hak-hak anak-anak. Gerwani, misalnya, mendirikan fasilitas pengasuhan untuk anak-anak. Salah satunya adalah tempat penitipan anak. Pada pertengahan 1960, Gerwani punya 1.500 balai penitipan anak semacam itu. Pada tahun 1963, Gerwani resmi mendirikan Yayasan Taman Kanak-Kanank (TK) Melati, yang pengurusnya bekerja penuh mengurus penitipan anak. Pada tahun 1960, Gerwani juga merumuskan “panca-cinta” sebagai pedoman pendidikan anak-anak, yaitu cinta tanah air, cinta orangtua dan kemanusiaan, cinta kebenaran dan keadilan, cinta persahabatan dan perdamaian, dan cinta alam sekitar.
  16.  Gerwani aktif berkampanye untuk pemberantasan korupsi hingga ke akar-akarnya. Gerwani menuding korupsi sebagai salah satu biang kerok kenaikan harga-harga. Beberapa aksi demonstrasi yang digalang Gerwani berisi tuntutan penghapusan korupsi dan retooling aparatur negara.
  17.  Gerwani aktif menentang pelacuran. Bagi Gerwani, pelacuran bukan kesalahan perempuan, kondisi sosial dan ekonomi-lah yang memaksa mereka menjadi pelacur. Gerwani yakin, pelacuran akan lenyap di Indonesia apabila sosialisme sudah dipraktekkan.
  18. Gerwani juga aktif menentang pornografi dan memboikot film-film yang merendahkan martabat perempuan. Pada tahun 1950-an, Gerwani aktif berkampanye menentang film-film yang mempromosikan kebudayaan imperialis, terutama film-film Amerika Serikat (AS). Salah satu film yang diprotes berjudul Rock ‘n Roll, yang dianggap bisa meracuni pikiran anak-anak muda. Film lain yang diprotes semisal Rock Around the Clock (1956) dan Don’t Knock the Rock. Selanjutnya, dalam kerangka melawan kebudayaan imperialis, Gerwani mendukung berdirinya Lembaga Film Rakyat.
  19.  Hingga Januari 1964, Gerwani mengklaim punya anggota sebanyak 1.750.000 orang. Dan mereka yakin, pada akhir 1965 bisa melipatkan gandakan anggota menjadi 3 juta orang. Tak hanya itu, cabang-cabang Gerwani juga berdiri di hampir semua daerah.
  20.  Gerwani aktif dalam kampanye dan menggelar aksi-aksi menentang imperialisme, seperti aksi menentang aksi imperialisme Belanda saat kampanye Trikora, lalu aksi menentang kolonialisme Inggris melalui kampaye Dwikora, menuntut nasionalisasi perusahaan milik negara-negara imperialis, dan mengecam keterlibatan imperialisme AS dalam pemberontakan PRRI/Permesta.
  21.  Gerwani memiliki majalah bulanan bernama Api Kartini, yang mengulas banyak persoalan: dari pergerakan perempuan, situasi ekonomi-politik nasional, budaya, masalah-masalah perempuan, resep masakan, jahit-menjahit, dan lain-lain. Anggota redaksinya terdiri dari: Maasje Siwi S, S Sijah, Darmini, Parjani Pradono, SK Trimurti. Turut membantu redaksi, antara lain: Rukiah Kertapati, Sugiarti Siswadi, Mr Trees Sunio, Sulami, Rukmi B Resobowo, Siti Suratih, Sulistyowarni, Sutarni, Sudjinah, dan Sarini.
  22.  Gerwani aktif berkampanye tentang perlunya gerakan politik perempuan dan mendorong perempuan masuk ke gelanggang politik. Gerwani berharap lebih banyak wanita yang menjadi anggota DPR dan DPRD, kepala desa, Bupati, Gubernur, Menteri, dan lain-lain. Pada pemilu 1955, sejumlah pimpinan Gerwani masuk daftar calon anggota DPR melalui PKI, seperti Salawati Daud, Suharti Suwarto, Ny. Mudigdo, Suwardiningsih, Maemunah, dan Umi Sardjono.
  23.  Gerwani aktif dalam Gerakan Perempuan Internasional, khususnya melalui Gerakan Wanita Demokratis Sedunia (GWDS). Melalui GWDS, Gerwani berkampanye tentang penghentian perlombaan persenjataan, pelarangan percobaan senjata atom, mempromosikan perdamaian dunia dan menentang perang, mendukung Konferensi Asia Afrika, penghapusan apartheid, penghapuasan diskriminasi rasial dan fasisme, dan mengecam agresi imperialis di berbagai negara seperti Vietnam, Laos, Kamboja, dan lain-lain.
  24.  Gerwani mendukung konsep Bung Karno mengenai Demokrasi Terpimpin, Manipol (Manifesto Politik) dan Dekrit Presiden Soekarno untuk kembali ke UUD 1945.
  25. Gerwani merupakan pendukung setia Bung Karno. Gerwani juga mati-matian membela politik Bung Karno yang anti-imperialis dan anti-kolonialis, tidak hanya dalam kata-kata dan statemen politik, tetapi dalam aksi dan tindakan politik. Misalnya, Gerwani menyetorkan kadernya sebagai sukarelawati dalam proses perjuangan pembebasan Irian Barat dan menggagalkan pembentukan negara Boneka Inggris di Malaya. Tak hanya itu, pasca peristiwa G30S 1965, ketika kekuasaan Bung Karno sudah di ujung tanduk, sejumlah aktivis Gerwani di persembunyian menerbitkan  buletin bernama PKPS (Pendukung Komando Presiden Soekarno) untuk menggalang massa mempertahankan Bung Karno.
Yani Mulyanti, kontributor Berdikari Online

krisis di indonesia

Awal Krismon di Indonesia

Meskipun kawasan Asia menunjukkan tanda-tanda mengkhawatirkan, para investor asing awalnya tetap percaya pada kemampuan para teknokrat Indonesia untuk bertahan dalam badai krisis keuangan (seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya pada tahun 1970-an dan 1980-an). Tapi kali ini tidak dapat lepas dari krisis dengan mudah. Indonesia menjadi negara yang paling terpukul karena krisis ini tidak hanya berdampak terhadap ekonomi tetapi juga berdampak signifikan dan menyeluruh terhadap sistem politik dan keadaan sosial di Indonesia.
Pada saat tekanan terhadap rupiah Indonesia akhirnya terlalu kuat, rupiah diputuskan untuk diambangkan bebas (float freely) sejak bulan Agustus 1997. Dan sejak saat itu mulailah terjadi depresiasi yang sangat signifikan. Pada tanggal 1 Januari 1998, nilai nominal rupiah hanya 30 persen dari nilai yang pernah dicapai pada bulan Juni 1997. Pada tahun-tahun sebelum tahun 1997 banyak perusahaan swasta di Indonesia yang memperoleh pinjaman luar negeri jangka pendek yang tidak dilindungi terhadap gejolak nilai tukar (unhedged) dalam mata uang dolar, dan utang sektor swasta yang sangat besar ini ternyata menjadi bom waktu yang menunggu untuk meledak. Berlanjutnya depresiasi rupiah hanya memperburuk situasi secara drastis. Perusahaan-perusahaan di Indonesia berlomba-lomba membeli dolar sehingga menimbulkan lebih banyak tekanan terhadap rupiah dan memperburuk situasi utang yang dimiliki oleh para perusahaan. Dapat dipastikan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia (termasuk bank-bank, beberapa di antaranya diketahui sangat lemah) akan menderita kerugian yang amat besar. Persediaan devisa menjadi langka karena pinjaman-pinjaman baru untuk perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak diberikan oleh kreditur asing. Karena tidak mampu mengatasi krisis ini maka pemerintah Indonesia memutuskan untuk mencari bantuan keuangan dari Dana Moneter Internasional (IMF) pada bulan Oktober 1997.

IMF Datang tapi Kekacauan masih tetap Berlangsung

IMF tiba di Indonesia dengan paket bailout sebesar USD $43 milyar untuk memulihkan kepercayaan pasar terhadap rupiah Indonesia. Sebagai imbalannya IMF menuntut beberapa langkah-langkah reformasi keuangan yang mendasar: penutupan 16 bank swasta, penurunan subsidi pangan dan energi, dan menyarankan agar Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga. Akan tetapi paket reformasi ini ternyata gagal. Penutupan 16 bank (beberapa diantaranya dikendalikan oleh kroni Presiden Suharto) memicu penarikan dana besar-besaran pada bank-bank lain. Milyaran rupiah ditarik dari tabungan, sehingga membatasi kemampuan bank untuk memberikan pinjaman dan memaksa Bank Indonesia untuk memberikan kredit dalam jumlah besar kepada bank-bank yang masih ada untuk mencegah krisis perbankan yang semakin parah. Selain itu, IMF tidak pernah berusaha untuk mengekang sistem patronase yang dimiliki Suharto dan yang merusak perekonomian negara dan juga merusak program IMF. Sistem patronase ini adalah alat yang dijalankan oleh Suharto untuk mempertahankan kekuasaan; dalam imbalan atas dukungan politik dan keuangan dia memberikan jabatan yang kuat kepada para keluarga, teman dan musuh (sehingga menjadi kroni). Perkembangan lain yang berdampak negatif terhadap Indonesia menjelang akhir tahun 1997 adalah kekeringan parah yang disebabkan oleh El Nino (sehingga menyebabkan kebakaran hutan dan hasil panen yang buruk) dan peningkatan spekulasi tentang memburuknya kesehatan Suharto (sehingga menyebabkan adanya ketidakpastian politik). Maka, secara bertahap, Indonesia sedang menuju terjadinya krisis politik.
Kesepakatan kedua dengan IMF diperlukan karena ekonomi masih tetap saja memburuk. Pada bulan Januari 1998 rupiah kehilangan setengah nilainya hanya dalam rentang waktu lima hari saja dan ini menyebabkan masyarakat berusaha menimbun makanan. Kesepakatan kedua dengan IMF ini berisi 50 pokok program reformasi, termasuk pemberian jaring pengaman sosial, penghapusan secara perlahan subsidi-subsidi tertentu untuk masyarakat dan menghentikan sistem patronase Suharto dengan cara mengakhiri monopoli yang dijalankan oleh sejumlah kroninya. Namun, keengganan Suharto untuk melaksanakan program reformasi struktural ini dengan patuh justru menambah buruk situasi. Di sisi lain IMF dikritik karena dinilai terlalu memaksakan banyak program reformasi dalam waktu yang terlalu singkat sehingga memperburuk perekonomian Indonesia. IMF memang membuat kesalahan pada saat melakukan pendekatan awal dalam krisis Indonesia namun lembaga ini akhirnya menyadari bahwa kunci utama untuk mengatasi krisis adalah untuk memulai kembali aliran modal swasta ke Indonesia. Agar hal ini terwujud maka sistem patronase harus dipecah.

PDB dan Inflasi Indonesia 1996-1998:

     1996    1997    1998
 Pertumbuhan PDB
 (persentase perubahan tahunan)
    8.0     4.7   -13.6
 Pertumbuhan Inflasi
 (persentase perubahan tahunan)
    6.5    11.6    65.0
Sumber: Hill, H. (2000). The Indonesian Economy, h. 264
Kesepakatan ketiga dengan IMF ditandatangani pada bulan April 1998. Perekonomian Indonesia dan indikator-indikator sosial masih menunjukkan tanda-tanda mengkhawatirkan. Namun kali ini IMF lebih fleksibel dalam tuntutannya dibandingkan sebelumnya. Misalnya, subsidi pangan yang besar untuk rumah tangga berpenghasilan rendah diberikan dan defisit anggaran dibiarkan melebar. Akan tetapi IMF juga menyerukan privatisasi perusahaan milik negara, tindakan cepat untuk melakukan restrukturisasi perbankan, pembuatan hukum kepailitan baru dan pengadilan baru untuk menangani kasus-kasus kepailitan. IMF juga bersikeras untuk terlibat lebih dekat dalam memantau pelaksanaan program-programnya karena pengalaman yang lalu menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia tidak sepenuhnya berkomitmen untuk melaksanakan agenda reformasi.

Krisis Mencapai Puncaknya

Sementara itu, kekuatan-kekuatan sosial utama juga sedang bekerja. Aksi demonstrasi dan kritik yang ditujukan terhadap pemerintah Suharto semakin meningkat setelah ia terpilih kembali sebagai presiden dan membentuk kabinet baru pada bulan Maret 1998. Kabinet baru yang provokatif ini berisi sejumlah anggota yang berasal dari kelompok kroninya dan oleh karenanya tidak mampu berbuat banyak untuk memulihkan kepercayaan terhadap pasar Indonesia. Setelah pemerintah memutuskan untuk mengurangi subsidi BBM pada awal bulan Mei, kerusuhan berskala besar terjadi di Medan, Jakarta dan Solo. Meskipun IMF telah memberikan waktu kepada Suharto sampai dengan Oktober untuk mengurangi subsidi secara bertahap, ia memutuskan untuk melakukan semuanya sekaligus, mungkin karena terlalu meremehkan dampaknya atau terlalu percaya diri dengan kekuasaannya sendiri. Ketegangan mencapai puncaknya setelah empat orang mahasiswa Indonesia tewas pada waktu melakukan demonstrasi di sebuah universitas lokal di Jakarta. Diduga penembakan tersebut dilakukan oleh pasukan tentara khusus ('tragedi Trisakti'). Beberapa hari berikutnya Jakarta dilanda kerusuhan sangat buruk. Seperti yang pernah terjadi sebelumnya, etnis Tionghoa - yang sudah lama dibenci karena dianggap kaya - banyak menjadi sasaran dalam kerusuhan ini. Toko-toko dan rumah-rumah milik warga Tionghoa dibakar dan banyak perempuan China diperkosa secara brutal. Setelah kerusuhan redam, lebih dari seribu orang tewas dan ribuan bangunan hancur. Pada tanggal 14 Mei 1998 Soeharto mengundurkan diri dari kursi kepresidenan ketika semua politisi menolak untuk bergabung dengan kabinet baru yang dibentuknya. Krisis keuangan telah sepenuhnya berubah menjadi krisi sosial dan politik.

Sistem Politik Baru dan Awal Pemulihan

Bacharuddin Jusuf Habibie, wakil presiden dalam kabinet terakhir Suharto dan dengan demikian - berdasarkan hukum - menggantikan Suharto sebagai presiden Indonesia berikutnya, beralih kepada sosok teknokrat ekonomi untuk mengatasi krisis finansial yang sedang berlangsung. Hal ini mengakibatkan dibuatnya perjanjian keempat dengan IMF. Perjanjian ini ditandatangani pada bulan Juni 1998 dan memungkinkan terjadinya defisit anggaran yang lebih longgar sementara dana baru dialirkan ke dalam perekonomian. Dalam jangka waktu beberapa bulan ada beberapa tanda pemulihan. Nilai tukar rupiah mulai menguat sejak pertengahan Juni 1998 (waktu terjun bebas ke angka Rp 16,000 per US dolar) menjadi Rp 8,000 per US dolar pada bulan Oktober 1998, inflasi membaik secara drastis, saham-saham di Bursa Efek Indonesia mulai bangkit dan ekspor non-migas mulai hidup kembali menjelang akhir tahun. Sektor perbankan (pusat dari krisis ini) masih rapuh karena adanya jumlah kredit bermasalah yang sangat tinggi dan bank-bank sangat ragu-ragu untuk meminjamkan uang. Selain itu, sektor perbankan telah menyebabkan peningkatan utang pemerintah secara tajam dan utang-utang ini terutama disebabkan oleh penerbitan obligasi untuk restrukturisasi perbankan. Namun demikian, meskipun rapuh, perekonomian Indonesia mulai membaik secara bertahap selama tahun 1999, sebagian disebabkan oleh membaiknya lingkungan internasional yang menyebabkan kenaikan pendapatan ekspor.

Pelajaran yang Dapat Dipetik dari Krisis Keuangan Asia

Menarik untuk menanyakan apakah krisis-krisis seperti itu dapat terjadi lagi di Indonesia di masa yang akan datang. Kemungkinannya kecil. Pertama, perlu ditekankan bahwa krisis keuangan Asia paling buruk melanda Indonesia dibandingkan semua negara lain yang terkena dampaknya karena yang terjadi di Indonesia tidak hanya krisis ekonomi. Awalnya yang terjadi adalah krisis ekonomi namun berkembang dan akhirnya diperparah menjadi krisis politik dan sosial yang sangat buruk di mana pemerintah tidak bersedia untuk melaksanakan reformasi ekonomi yang sangat dibutuhkan melainkan justru berusaha untuk melindungi kekuasaan mereka. Mengingat bahwa iklim politik yang tertib dan kondusif sangat penting untuk membangun kepercayaan investor, ketidakpastian dan ketegangan dalam perpolitikan di Indonesia membuat banyak investor pergi. Demikian juga setelah Suharto jatuh, ketidakpastian politik membuat banyak investor (asing dan domestik) untuk tidak atau belum masuk kembali ke pasar Indonesia. Akan tetapi saat ini, Indonesia sedang menuju demokrasi yang benar, meskipun ini adalah suatu proses yang juga disertai dengan berbagai hambatan. Pemerintahan otoriter yang pernah berkuasa selama beberapa decade telah mematikan aktivitas politik masyarakat dan lembaga-lembaga politik hingga batas-batas tertentu. Butuh waktu sebelum negara ini dapat meninggalkan sebutan negara 'demokrasi cacat’ ('flawed democracy') yang diukur oleh Unit Kecerdasan Ahli Ekonomi untuk Indeks Demokrasinya. Akan tetapi pemilihan umum yang adil dan bebas memberikan kepastikan bahwa ada dukungan yang lebih besar bagi pemerintah selama periode Reformasi dibandingkan masa sebelumnya. Keputusan untuk memilih presiden secara langsung oleh rakyat merupakan salah satu yang penting secara psikologis. Meskipun demikian, perlu digarisbawahi bahwa iklim politik di Indonesia lebih rapuh (kurang stabil) dibandingkan dengan demokrasi yang sudah lama dibangun karena banyak kelompok (yang visinya berbeda) mencoba membangun posisi mereka pada demokrasi yang masih mentah. Laporan lebih lengkap tentang topik ini silakan kunjungi bagian Reformasi kami.
Faktor penting lainya yang sangat memperburuk krisis keuangan di Indonesia adalah sektor keuangan Indonesia yang sudah dalam keadaan yang sangat buruk sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh budaya patronase dan korupsi yang tidak memiliki model pengawasan yang baik. Bahkan Bank Indonesia tidak tahu tentang arus uang (sehingga menyebabkan timbulnya utang swasta jangka pendek yang sangat besar) yang masuk ke Indonesia dan menyebabkan terjadinya 'ekonomi gelembung' ('bubble economy'). Budaya patronase dan korupsi ini (serta kurangnya kepastian hukum) amat sangat menghambat fungsi ekonomi yang efisien dan merupakan bom waktu yang bisa meledak setiap saat. Namun setelah krisis berakhir, pemerintah-pemerintah Indonesia berikutnya telah membuat langkah-langkah keuangan yang bijak untuk memastikan agar krisis serupa tidak terjadi kembali. Pengawasan terhadap likuiditas sektor perbankan sekarang ketat dan transparan, 'uang panas' ('hot money') ditangani secara lebih hati-hati (misalnya dengan membatasi utang jangka pendek), dan rasio utang pemerintah terhadap PDB lebih rendah (sekitar 25 persen dan menunjukkan tren menurun) dibandingkan kebanyakan negara-negara ekonomi maju. Pada saat krisis tahun 2008 melanda, Indonesia terkena kembali arus keluar kapital yang besar namun mampu menjamin ekonomi yang stabil karena fundamental ekonomi yang baik. Bahkan selama krisis 2008-2009 Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang kuat dengan pertumbuhan PDB sebesar 4.6 persen terutama didukung oleh konsumsi domestik.

Akan tetapi skandal-skandal korupsi di Indonesia masih tetap lanjut mengisi halaman surat kabar hampir setiap hari. Korupsi dan pengelompokan modal pada sekelompok elit kecil masih menjadi masalah serius di negeri ini dan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi yang efisien, baik dan adil. Terutama korupsi politik menyebar luas dan sering kali digunakan untuk mencari keuntungan dalam sektor bisnis nasional.

Minggu, 13 September 2015

hobbit dari flores

 Ebu Gogo, Kisah Para Hobbit Dari Flores Indonesia

7
Monday, March 04, 2013

4 Maret 2013

Beberapa waktu lalu, film Hobbit muncul di bioskop-bioskop tanah air. Cerita tentang orang-orang berukuran pendek yang sebelumnya hadir di film legendaris The Lord of The Ring. Saya sendiri sampai saat ini belum menontonnya, karena file filmnya sedang didownload dan masih tersisa 7 jam lagi. Penasaran sih iya, tapi ternyata cerita tentang kisah orang-orang pendek ini juga ada di Indonesia, tepatnya di pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.


Legends of the Ebu Gogo


Beberapa mitos erat kaitannya dengan tradisi setempat dan cerita-cerita yang berasal dari masa lalu. Dan banyak di antaranya berhubungan dengan makhluk-makhluk aneh dan misterius. Salah satunya Ebu Gogo. Ebu Gogo adalah sekelompok makhluk mirip manusia yang muncul dalam mitologi orang-orang pulau Flores, Indonesia. Dalam bahasa Flores, Ebu berarti nenek, dan Gogo berarti dia yang memakan segalanya.


Ebu Gogo digambarkan sebagai sosok yang berukuran kecil, jahat, rakus, bahkan sesekali mereka bisa melahap bayi manusia. Ebu Gogo memiliki tubuh yang ditutupi rambut, perut besar, dan telinga yang menonjol. Cara berjalan mereka seperti canggung, dan mereka berkomunikasi secara bergumam namun dikatakan bisa menirukan suara manusia.

Di banyak kasus di dunia, kisah-kisah seperti ini mungkin diperuntukan bagi anak-anak nakal untuk kemudian membuatnya ketakutan. Dan di Flores pun sepertinya sama seperti itu, budaya Indonesia sama seperti yang lain, memiliki cerita rakyat tentang hantu, orang kecil, dan makhluk misterius.

Cerita rakyat ini diturunkan lewat mulut dari generasi ke generasi. Orang-orang desa di Indonesia menceritakan tentang makhluk mirip kera yang berjalan seperti laki-laki. Beberapa ilmuwan percaya bahwa cerita rakyat Ebu Gogo mungkin ada hubungannya dengan Homo floresiensis tetapi tidak ada bukti kuat untuk mendukung teori ini.

Namun, menurut legenda, Ebu Gogo menghilang sekitar 400 tahun yang lalu ketika para penjajah dari Belanda dan Portugis datang.


The Hobbit, An Unexpected Creature

Richard Roberts, penemu Hobbit, mengatakan, cerita rakyat tentang Ebu Gogo ini kemungkinan nyata.


Dia bercerita, "Ketika aku kembali ke Flores awal bulan ini, kita mendengar kisah-kisah paling menakjubkan dari sosok kecil, berbulu, yang mereka sebut Ebu Gogo. Kisah yang mengandung rincian yang paling menakjubkan. Sedemikian rinci sehingga Anda bayangkan mestinya ada sebutir kebenaran di dalamnya.



"Salah satu tetua desa mengatakan kepada kami bahwa Ebu Gogo memakan segala sesuatu yang mentah, termasuk sayuran, buah-buahan, daging, dan, jika mereka mendapat kesempatan, bahkan daging manusia. Ketika makanan disajikan kepada mereka, mereka juga memakan piringnya, yang terbuat dari labu. Penduduk desa mengatakan bahwa Ebu Gogo sering menyerang tanaman mereka, yang masih mereka maafkan, tetapi memutuskan untuk mengusir mereka ketika Ebu Gogo Ebu mencuri, dan memakan, salah satu dari bayi mereka.

"Mereka melarikan diri dengan membawa bayi ke gua mereka yang berada di kaki gunung berapi, beberapa puluh meter dari tebing. Penduduk desa menawarkan mereka rerumputan kering sebagai makanan persembahan, yang dengan penuh syukur diterima. Namun beberapa hari kemudian, penduduk desa kembali dengan rerumputan kering yang dibakar yang kemudian mereka lemparkan ke dalam gua.

"Ebu Gogo berlari keluar, terbakar tapi masih selamat. Terakhir terlihat menuju ke arah barat, ke arah Liang Bua, di mana kami menemukan Hobbit. Ketika rekan saya, Gert van den Bergh, pertama kali mendengar cerita ini satu dekade lalu, dimana beberapa desa di sekitar gunung berapi tidak begitu banyak berubah, dia pikir cerita ini tidak lebih baik dari cerita leprechaun sampai kita berhasil menggali Hobbit.

"Rincian anatomi dalam legenda ini sama menariknya. Mereka digambarkan memiliki ukuran sekitar satu meter, dengan rambut panjang, perut buncit, telinga yang sedikit menonjol, gaya berjalan sedikit canggung, dan lengan ditumbuhi rambut.



"Mereka, Ebu Gogo, bergumam satu sama lain, dan bisa mengulangi kata-kata yang diucapkan oleh penduduk desa. Misalnya, kita mengucapkan, 'ini ada beberapa makanan', mereka akan menjawab, 'ini ada beberapa makanan'. Mereka juga bisa memanjat pohon.

"Tetapi, di sini intinya, mereka tidak pernah terlihat memegang alat batu atau sesuatu yang seperti itu, sedangkan kita memiliki banyak artefak canggih di tingkat H. floresiensis di Liang Bua. Itulah inkonsistensi yang terjadi pada kasus ini.

"Sebuah letusan gunung di Liang Bua, di bagian barat Flores, mungkin telah membinasakan para hobbit sekitar 12.000 tahun yang lalu, tetapi mungkin juga mereka mampu bertahan dan bermukim di bagian lain pulau. Penduduk desa mengatakan bahwa hobbit terakhir terlihat sebelum desa pindah lokasi, jauh dari gunung berapi, tidak lama sebelum penjajah Belanda menetap di bagian tengah Flores, pada abad ke-19.

"Lalu, apakah Ebu Gogo masih ada? Pencarian di gua-gua masih akan terus dilanjutkan, karena sisa-sisa rambut yang hanya beberapa ratus tahun, pasti akan bertahan, tersangkut di dinding gua atau di beberapa tempat lainnya, dan hal ini akan memudahkan dalam analisis DNA. Menariknya, kami menemukan gumpalan kotoran dengan rambut hitam di dalamnya, tapi belum tahu apakah mereka berasal dari manusia atau sesuatu yang lain".

Ada video yang menggambarkan Ebu Gogo ini, silakan ditonton.



Penutup

Bagi para die-hard-fans The Lord of The Ring series, memang bakal tidak asing mendengar kata Hobbit. Kisah yang sangat menarik, bahkan saya menontonnya sudah berulang kali dan tidak pernah bosan. Dan ternyata, JRR Tolkien tak sembarangan mengarang cerita, karena bisa saja inspirasinya adalah Ebu Gogo, mitos orang pendek dari Pulau Flores, Indonesia. Dan sepertinya, kita harus kembali bangga menjadi warga Indonesia.

Sumber: www.primates.com

7 mahluk aneh di indonesia


Jenglot hewan bertubuh tak lazim atau makhluk aneh menyerupai hewan sering ditemukan di berbagai tempat di indonesia. kehadiran mereka sulit sekali dijelaskan secara ilmiah atau logika, meskipun terkadang tidak bisa diterima dengan akal sehat. Ternyata penemuan makhluk makhluk yang ternyata menarik perhatian warga tersebut bukanlah sekedar cerita fiksi. Inilah penemuan 7 makhluk aneh di Indonesia

Pasangan Tengkorak Jenglot


Warga desa ranuwurung kecamatan randu agung lumajang digegerkan akibat penemuan sepasang suami istri tengkorak yang diduga jenglot. Penemuan makhluk misterius ini bermula dari kecurigaan warga atas seseorang yang terlihat mengubur sesuatu di pemakaman umum di desa itu. Karena penasaran, gundukan kuburan yang berisi benda misterius itupun dibongkar.

Saat digali, ada sebuah peti yang dibungkus kain kafan berukuran 30 CM dan lebar 10 CM. ketika dibuka ada sepasang mayat kecil seperti berpasangan. Penduduk semakin kaget karena saat dibuka mayat tersebut bergerak gerak. Warga meduga pasangan tengkorak itu adalah sejenis makhluk halus jenglot. Dua tengkorak yang menjadi tontonan warga sekampung ini rencananya akan dibakar karena mengkhawatirkan membahayakan penduduk yang menemukan.

Ikan Gabus Keemasan Konon Bisa Menyembuhkan Penyakit

Gara gara menemukan ikan gabus misterius berwarna keemasan, suriansyah seorang warga Banjarmasin Kalimantan selatan harus rela setiap hari rumahnya dipenuhi warga yang penasaran melihat ikan unik itu. Tubuhnya yang berwarna keemasan membuat sebagian warga percaya bahwa ikan gabus tersebut merupakan ikan keramat. Bahkan ada juga yang meyakini bahwa ikan ini bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Berita ini pun menyebar dari mulut ke mulut yang membuat warga dari luar desa datang berbondong bondong melihat ikan misterius ini.

Tidak hanya melihat, sebagian warga bahkan meminta air rendaman ikan ini untuk kesehatan dan permohonan lain. Banyaknya warga yang meminta air membuat warga surianysah kewalahan, mereka harus menyediakan 40 jirigen air.

Buncul, Sosok Siluman Air

Makhluk misterius selanjutnya ditemukan di desa pamijahan Cirebon jawa barat. Masyarakat desa menyebutnya buncul, sosok siluman air yang bentuknya mirip jenglot berambut panjang dan bergigi tajam. badannnya bersisik seperti hewan melata, kepalannya menyerupai manusia dan berkumis panjang.

Tidak seperti jenglot yang berukuran mini, buncul memiliki postur tubuh yang lebih besar. Panjang tubuhnya mencapai 30 CM. makhluk menyeramkan ini pertama kali ditemukan oleh salah satu warga bernama abdul jamil, ia menemukannya di aliran sungai cisokaponblong Cirebon. Pria yang tidak dapat mendengar dan berbicara ini menangkap buncul di sebuah batu besar. Saat ditemukan, buncul masih bisa bergerak. Bahkan berusaha melawan dengan cara menggigit dan mencakar.

Warga sekitar meyakini bahwa buncul sering menganggu anak anak yang berenang di sungai, ada juga yang percaya bahwa makhluk misterius ini bisa menghisap darah anak anak saat berenang hingga meninggal.

Kelelawar Kuning, Diduga Makhluk Jadi Jadian

Biasanya kelelawar yang kita kenal kebanyakan berwarna hitam, namun di kelurahan kebonsari wetan probolinggo jawa timur warga sempat geger dengan penemuan kelelawar berwarna kuning. Mereka menyebutnya pokopok, makhluk jadi jadian yang suka mencuri beras dab biasanya dipelihara untuk pesugihan.

Makhluk aneh ini ditemukan di halaman salah satu warga, warga tersebut lalu menempatkan kelelawar yang memiliki sepanjang 15 M ini dalam toples pelastik yang tertutup rapat. Sebelum penemuan ini beberapa warga sering mengalami kehilangan. Warga berharap, dengan tertangkapnya kelelawar ini tidak ada yang kehilangan beras atau barang barang lain.

Ular Piton Raksasa Yang Dianggap Keramat

Ular piton umumnya berbadan besar, namun ular yang satu ini dianggap keramat karena ditemukan didalam gorong gorong tempat ibadah di banten. Kulitnya yang berwarna kuning keemasan menjadi salah satu pendukung yang membuat warga menyangka ular ini adalah makhluk jadi jadian.

Rumah penemu ular pun dipenuhi oleh warga bahkan hingga anak kecil. Mereka ingin melihat ular yang bagian atasnya berwarna kuning keemasan. Ular ini sudah beberapa minggu meresahkan warga karena sebelumnya warga melihat penampakannya di areal persawahan namun tidak bisa ditangkap.

Ikan Berkepala Buaya DItemukan di Sungai

Seorang warga surabaya jawa timur terkejut ketika didalam jaringnya tersangkut seekor ikan misterius yang memiliki tubuh aneh. Kepalanya mirip dengan kepala buaya namun tubuhnya bersisik seperti ular. Ikan yang bentuknya tak lazim ini kemudian diangkat dan ditaruh kedalam bak. Namun sayang tiga jam setelah itu ikan aneh tersebut mati.

Warga pun langsung berdatangan melihat wujud ikan berkepala buaya ini, cerita cerita mistis pun beredar cepat. Ada yang mengatakan ikan ini merupakan jelmaan siluman buaya penunggu sungai, sayangnya ikan ini tidak bisa bertahan lama untuk diteliti soal jenisnya.

Kambing Berwajah Semar

Sekilas tidak ada yang istimewa dari anak kambing ini, layaknya kambing yang baru lahir tubuh mungilnya berbalut bulu tipis. Tapi coba perhatikan bagian wajahnya, wajah anak kambing gunung kidul Jogjakarta ini lain dari anak kambing lainnya. Terdapat tulang yang tumbuh dibagian wajahnya menyerupai jambul.

Warga memanggil anak kambing betina ini dengan sebutan kambing si wajah semar. Sebelumnya kambing berwajah aneh sempat ditemukan di desa batu pana, luyo , Sulawesi barat. Lihatlah bentuk kepala dan mulut kambing tak seperti kambing pada umumnya. Kepalanya lebih bulat dengan posisi mulut yang masuk kedalam. Mata dan gigi kambiing juga sedikit maju. Posisi daun telinga kambing ini berada di bagian kepala. Padahal terletak dibagian bawah tanduk. Tak hanya itu, kambing ini juga memiliki leher yang pendek dengan bagian bawah terdapat tonjolan daging menggantung mirip hewan monyet.