Sabtu, 12 September 2015

catatan kelam rezim orde baru

Kisah Kekejaman Suharto dan Menantu Catatan Kelam Bin Kejam Orde Baru

Suharto dan Prabowo
Suharto dan Prabowo
Jakarta|AP– Situs http://celotehpemilu.com melansir sebuah tulisan tentang Rezim orde baru lahir setelah kudeta yang dilakukan oleh Soeharto terhadap Bung Karno. Sebuah surat yang dikenal Surat Perintah 11 Maret yang dikenal Supersemar dijadikan Soeharto sebagai pengambil alihan kekuasaan dari tangan sang proklamator. Padahal surat perintah itu tidak hanya sebagai surat perintah biasa yang diberikan seorang panglima tertinggi (Presiden) kepada seorang Parjurit TNI.
Namun tidak demikian hal nya dengan Soeharto, ia menjadikan supersemar itu sebagai jalan emas untuk menurunkan Soekarno. Sejak saat itulah, Indonesia menjadi neraka. Neraka bagi orang-orang kritis yang berani melawan penguasa. Untuk melanggengkan kekuasaannya, rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto membungkam lawan politik dengan segala cara. Salah satunya melalui penangkapan dan penculikan yang berakhir di tempat-tempat penyiksaan. Jadilah di tanah air berserakan tempat penyiksaan yang menimbulkan ketakutan massal dan trauma panjang.
Tempat-tempat penyiksaan itu menjadi saksi sejarah kejahatan terhadap kemanusiaan rezim Soeharto yang begitu meluas dengan ribuan orang menjadi korban. Soeharto dan Orde Baru dikenal sebagai rezim yang kejam melalui pembunuhan, penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, serta berbagai perbuatan tak berperikemanusiaan. Semua itu dijalankan untuk mempertahankan tahta selama 32 tahun.
Salah satu saksi bisu sejarah kelam rezim Soeharto adalah tempat-tempat penyiksaan yang jumlahnya mencapai ribuan. Ratusan ribu orang pernah merasakan kekejaman tempat-tempat penyiksaan tersebut. Di Jakarta saja terdapat ratusan tempat penyiksaan. Setelah rezim itu tidak berkuasa lagi, kini banyak bekas tempat penyiksaan yang beralih fungsi. Ada yang dibiarkan kosong. Ada pula yang masih digunakan sebagai markas militer.
Banyak orang yang mengalami penyiksaan di tempat-tempat angker itu bertutur betapa keji penyiksaan saat rezim Soeharto berkuasa. Contohnya kisah penyiksaan di Kalong, Gunung Sahari, Jakarta Pusat. Di markas Operasi Khusus (Opsus) ini ada seorang perempuan yang digantung dengan kepala di bawah dan bulu kemaluan dibakar. Banyak pula korban yang disetrum listrik, disundut rokok, serta beragam kisah mengerikan.
Tempat penyiksaan yang paling terkenal di ibu kota negara adalah Gang Buntu, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Banyak tokoh oposisi Orde Baru pernah merasakan pedihnya disiksa di tempat ini. AM Fatwa, misalnya. Tokoh Islam radikal ini dua kali “dibon” di Gang Buntu.
Tempat yang juga menyeramkan adalah markas Polisi Militer di Guntur, Menteng Dalam, Jakarta Pusat. Di tempat yang sampai sekarang masih digunakan sebagai markas Polisi Militer ini banyak “musuh” Soeharto, terutama tahanan peristiwa 1965, pernah mengalami penyiksaan keji.
Tempat lain yang tak kalah seram adalah bekas kantor Lembaga Sandi Negara di Jalan Latuharhary. Banyak orang yang disiksa di bunker di kantor ini. Kini gedung ini digunakan sebagai kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Sampai sekarang banyak satpam di kantor ini mengku melihat “penampakan” korban-korban penyiksaan. Bunker di gedung itu baru dibongkar pada tahun 2006 saat kantor Komnas HAM ini direnovasi.
Dari semua tempat tersebut, tempat penyiksaan yang paling seram adalah Kremlin. Kremlin singkatan dari Kramat Lima, kantor Opsus di Jalan Kramat Lima, Jakarta Pusat. Tidak sedikit aktivis yang pernah mencicipi kekejaman di tempat tersebut.
Ditengah-tengah kekejaman ini, lahirnya seorang prajurit TNI yang diberi nama Prabowo Subianto. Disaat rakyat Indonesia dibungkam dengan segala tindakan keji Soeharto dari Sabang sampai Merauke, disaat Demokrasi dirampok dari tangan rakyat, Parbowo justeru sebaliknya ia menikamti glamornya Ring-1 Soeharto. Tak cukup disitu, Prabowo pun menikah dengan Siti Hediati Hariyadi atau yang akrab disapa dengan Titiek Soeharto  yang merupakan Putri  keempat Soeharto pada tanggal Mei 1983.
Keglamoran keluarga Cendana pada saat itu memang sudah terkenal gaya hidup mewah bertolakbelakang dengan masyarakat dikampung-kampung. Majalah Time pernah menurunkan laporan kekayaan keluarga Cendana dengan judul Suharto Inc yang berujung ke meja hijau. Disebutkan Titiek adalah penyuka merek kelas tinggi seperti Hary Winston,Bulgari, dan Cartier. Titiek juga dikenal sebagai pengagum para bintang film. Ketika Steven Seagal ke Bali dalam rangka peresmian Planet Hollywood pada 1994 lalu, misalnya, Titiek dikabarkan berdansa dengan bintang laga itu.
Kembali ke sosok Prabowo Subianto. Pria yang lahir 17 Oktober 1951 ini terbilang sangat mulus tentu dengan memakai kebesaran sang penguasa rezim orde baru, sang mertuanya Soeharto.
Seorang pengamat militer, Al-Araf mengatakan kenaikan pangkat Prabowo Subianto yang begitu cepat didasari oleh praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) “, dia naik pangkat tiga kali dalam 1,5 tahu saat masih di TNI. Nepotismenya kuat sekali,” ujarnya.
PERTANYAANNYA : Apakah Sosok yang berada dilingkaran dekat Soeharto bahkan memiliki hubungan emosional dengan rezim layak memimpin bangsa ini. Apakah Kekejaman era Soeharto ini bisa dimaafkan begitu saja demi memberikan kesempatan kepada seorang pria yang menikmati kehidupannya disaat rakyat kehilangan nafas dalam bersuara??
Nasib baik tidak selalu berpihak kepada Prabowo Subianto, kenikmatan yang diterimanya bersama Rezim dicabut oleh Tuhan. Sebelum Kejatuhan Soeharto yang saat itu berada di luar negeri, Indonesia dibangkitakan dengan perlawanan. Namun, pengamanan yang ada justeru melakukan langkah-langkah pelanggaran Hak Azasi Manusia. Singkat kata, kerusuhan terjadi dan kematian dimana-mana di Kota Jakarta.
Disaat terjadi huru-hara, aksi penculikan 1998 terjadi.  Tudingan pun langsung dialamatkan ke Prabowo Subianto yang saat itu menjadi orang yang paling penting dalam pengamanan Kota Jakarta.  Keterlibatan Prabowo Subianto tidak bisa terbantahkan lagi, Prabowo langsung dipecat dari jabatannya saat itu  Pangkostrad. Tak hanya itu, berdasarkan rekomendasi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Prabowo akhirnya dipecat dari dinas ketentaraan karena terlibat penculikan sejumlah aktivis. Sementara itu Mayjen Muchdi Pr dan Kolonel Chaerawan dibebaskan dari semua tugas dan jabatan struktural di ABRI.
Tuduhan ini makin melekat karena Prabowo pun tak hadir dalam sidang penculikan itu. Komnas HAM sendiri menjelaskan dari perspektif hukum HAM nasional dan internasional, Prabowo adalah seorang yang saat ini masih sebagai saksi pelaku yang pernah dipanggil Komnas HAM, tetapi mangkir dan tidak taat hukum dan tidak menghargai lembaga negara dan saat ini dalam proses peradilan (on process) dan berkasnya ada di kejaksaan.
Dengan status seperti itu, jelas bahwa Prabowo bisa ditangkap dan diadili di mana saja hanya berdasarkan laporan pelanggaran HAM berat dari Komnas HAM. Alasanya pun sudah jelas Prabowo Subianto merupakan seorang yang diduga turut bertanggung jawab sebagai bagian dari pertanggungjawaban komando sesuai Pasal 42 UU Nomor 26 Tahun 2000 (tentang pengadilan hak asasi manusia), Prabowo bisa ditangkap dan diadili di negara mana pun di dunia hanya berdasarkan pada laporan penyelidikan pelanggaran HAM berat Komnas HAM terkait  kasus penculikan atau penghilangan paksa.
Oleh karena tindakan penculikan dikenakan perinsip hostis humanis generis (musuh umat manusia), maka yang bersangkutan tidak bisa terlindungi di negara mana pun (no save heaven) sehingga terduga bisa ditangkap dan diadili di negara mana pun di dunia.
Sayang, Hingga kini Prabowo Subianto masing menghirup udara bebas bahkan tragisnya lagi Prabowo Subianto malah mencalonkan diri sebagai Calon Presiden RI.
16 Tahun berlalu, Kasus penculikan ini masih misteri, tak ada kehendak Prabowo menjelaskan kasus penculikan. Jangankan untuk rekonsiliasi dengan para keluarga korban. Melakukan jumpa pers untuk menjelaskan duduk perkara itu pun tidak dilakukannya padahal kesempatan waktu yang begitu lama sudah diberikan Tuhan untuk menjelaskannya. Sayang, iapun Bungkam!
Terlibat dalam rezim orde baru, begitu dekat dengan pelaku-pelaku rezim orde baru, menjadi bagian yang tidak dipisahkan dalam diri seorang Prabowo Subianto. Kini,seorang Prabowo ikut menjadi capres 2014. Padahal dampak yang begitu massif diakibatkan oleh rezim orde baru belumlah terobati dan terbalaskan, ia melenggok menjadi sosok yang begitu didewakan kroni-kroninya.
9 Juli 2014 dimana rakyat Indonesia menjadi tonggak sejarah bangsa ini untuk memilih presidennya. Sebelum waktu habis untuk memikirkan pilihan, kita harus matang menentukan pilihan. Seribu pertanyaan mungkin terlalu banyak buat kita untuk dijawab tapi beberapa prtanyaan ini mampu mewakili ribuan pertanyaan itu.
Apakah kita akan membiarkan republik ini dipimpin kembali oleh orang yang telah ikut berpartisipasi dalam kekejaman rezim orde baru, apakah kita akan memberikan kedaulatan kita kepada orang yang menikmati segala kebebasan dan jabatan saat rezim orde baru masih tangguh dan disaat yang sama rakyat disiksa bahkan diadili karena berbeda paham dalam politik, disaat yang sama orang kritis disiksa bahkan hingga kini tidak tahu kuburannya dimana?
Dengarkan cerita-cerita orang tua kita dahulu, dengarkan mereka yang hidup dalam ketakutan dan ketidakbebasan. Kita masih ingat berjam-jam kita harus didikte Soeharto saat kita nonton televise. Rakyat Dibuai dan Soeharto bebas melakukan apapun termasuk KKN. Sejarah adalah hal yang tidak bisa diubah dan dibeli. Langkah yang bijak jika kita belajar dari sejarah sebelum menentukan pilihan
Jangan melihat sosok Prabowo Sekarang,jangan terbuai dengan pidatonya yang berapi-api! Dengarkan kata hati, PRABOWO SUBIANTO tidak dipisahkan dari Soeharto yang biadab memperlakukan rakyat INDONESIA!
Tulisan diatas dikutip dari:http://celotehpemilu.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar