Minggu, 13 September 2015

freeport ladang uang pejabat

 PT. Freeport: Ladang Uang Haram Pejabat (1967-2041)



https://kabarnet.files.wordpress.com/2014/04/free-port1.png?w=350&h=200&crop=1
Gambar: kabarnet.files
Sepanjang Januari 2015 kemarin, semua nalar focus pada upaya realisasi salah satu zikir politik sang Presiden untuk mereformasi penegak hukum yang bersih dan bebas dari praktek KKN. Tak disangka-sangka, pasca penunjukan Budi Gunawan sebagai Kapolri baru,  berbuah konfrontasi politik antara KPK dan Kompolnas.  Namun disaat perhatian masyarakat sepenuhnya tercurah kesitu, sebuah peristiwa besar sedang berlangsung dibelakang layar.
PT.Freeport sibuk melobi  meminta ini dan itu. hasilnya, mendapat izin perpanjangan kontrak ekspor selama 6 bulan kedepan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Jumat (23/1/2015), memutuskan untuk memperpanjang pembahasan amandemen kontrak kerja PT Freeport Indonesia hingga enam bulan ke depan. Dengan keputusan ini, praktis, larangan ekspor bahan tambang akibat tidak mematuhi Pasal 170 UU 4/2009, yang mewajibkan setiap perusahan tambang membangun fasilitas pemurnian biji mineral mentah (smelter) yang diterapkan oleh pemerintah sebelumnya kepada Freeport, sudah tidak berlaku.
Jika cermat dilihat,  akan dipahami ini merupakan bentuk dari politik Smock Screen (menindis satu isu dengan isu lain). Penangkapan Bambang Widjayanto misalnya,  ternyata hanyalah sebuah pengalihan isu yang diciptakan sehingga tidak ada yang memperhatikan bahwa pada saat yang sama, hanya dengan lobi singkat berdurasi 7,5 jam di gedung Kementrian ESDM perpanjangan ekspor pun diberikan.
Jika benar seperti itu lantas siapa dalang dibalik permainan ini? Setiap orang punya penilaian masing-masing. Yang Pasti, ini adalah permainan orang-orang hebat yang tercatat berhasil dalam meperjungkan dan melindungi kepentingan diantara mereka. Kepentingan yang didapatkan jika PT. Freeport tetap beroperasi dan memegang kendali 100% atas fungsi manajemen serta opersional ekploitasi bahan mineral bukit Grasberg.
Perhatikanlah Hukum merupakan produk politik. Sementara politik tak bisa sepenuhnya dilepaskan dari kepentingan ekonomi yang dominan. Ketika kepentingan ekonomi yang digagas adalah ekonomi neoliberal, sedangkan lembaga politik yang ada diisi oleh politikus dan teknokrat pro market, maka aturan perundang-undangan yang dihasilkan pun akan mengandung semangat liberalisasi.
Awal 2015 ini, kehidupan ekonomi, politik dan sosial masyarakat, mendapatkan momentum untuk semakain terintegritas dengan meknaisme pasar. Mulai dari Naik turunnya harga BBM, LPG 12 kg dan listrik sesuai mekanisme pasar serta komersialisasi penyediaan infrastruktur lewat Penyertaan Modal Negara Rp 72 triliun dalam APBN-P 2015. Dan yang paling mutakhir adalah, kompolnas VS KPK =   perpanjangan izin kontrak eksport Freeport  6 bulan kedepan.
Menurut pemerintah, izin itu diberikan sebab PT. Freeport telah menunjukan lokasi pembangunan smelter. Pertanyaannya,  Apakah Hanya dengan sekedar menujukan lokasi smelter lantas izin diberikan? How Come?
Lihatlah dalam klausul perjanjian pada MoU perpanjangan izin ekspor Freeport Juli 2014 lalu. Freeport berjanji akan membangun smelter, bahkan dengan pernyataan siap menggelontorkan US$ 2,3 milyar. Bahkan untuk menunjukan kesungguhannya, Freeport telah meyerahkan jaminan US$ 150 juta kepada pemerintahan SBY dengan syarat, pemerintah harus memberikan kepastian perpanjangan kontrak Freeport. Akhirnya kepastian perpanjangan kontrak pun diberikan 2x10 tahun dan telah dituangkan dalam MoU itu.
Telah berlalu 6 bulan pasca perjanjian penandatangan nota kesepahaman itu, uang jaminan telah diambil oleh pemerintah SBY dan kepastian atas perpanjangan izin operasi hingga 2041 pun telah didapatkan. Namun mana fasilitas pemurnian bahan mineral mentah atau smelternya? Kok tidak berwujud? Lalu dimana jaminan US$ 150 juta itu, apakah sudah dimakan habis sebagai bentuk suap kepada pemerintah agar memberikan kepastian kontrak 2x10 tahun? Ataukah sudah dikembalikan kepada Freeport? Kita tidak tau, siapa yang mau jujur.
Ini bukan sekedar soal pembangkangan membangun smelter untuk menyembunyikan hasil eksploitasi sehingga sulit dilacak keuntungan Freeport serta dapat menghindar dari pengenaan pajak pertambahan nilai. Terpentingnya, Dengan pembangkangan ini menunjukan Freeport telah menginjak-injak  Amanah UU minerba yang harus dihormati. Karena UU Minerba merupakan pengejawantahan kehendak  masyarakat Indonesia.
Jika saat ini pemerintah telah memberikan perpanjangan izin ekspor kepada Freeport, maka sesungguhnya pemerintah telah melanggar UU minerba. Artinya pemerintah bersama Freeport tengah menginjak-nginjak kepentingan rakyat yang melekat pada UU No. 4 tahun 2009 tentang minerba. Padahal eksistensi UU minerba, agar presiden mempunyai kewajiban memegang teguh sesuai sumpahnya ketika dilantik dalam mengelola kekayaan minerba nasional.
Jamin, ada kepentingan lain sesungguhnya yang mendasari Joko Widodo dalam memberikan perpanjangan izin ekspor tersebut. Ini bukan pernyataan asal menuduh, tapi berdasar pada cacat moral cabinet kerja karena telah bersikap aidiologis dan ahistoris.
Bersikap aidiologis sebab perpanjangan izin ekspor Freeport adalah agenda hidden pemerintahan Jokowi yang sengaja mengadu antar lembaga hukum seperti KPK- Polri, sebagai bagian dari operasi pengalihan isu publik dalam mencari posisi aman untuk melangsungkan kebijakan neoliberalnya sebagai konsensi dukungan keterpilihannya sebagai presiden Indonesia. Ini bukan fitnah, silahkan saja cermati bagaimana proses perpanjangan izin itu, betapa ditolak 100% oleh UU 4 tahun 2009 tentang minerba yang didikte oleh UUD 1945, terkhusus pasal 33, 23, 27 ayat b, 31, 34 dan 28 ayat h. dengan demikian maka tidak ada lagi realisasi trisakti berbasis berdikari itu.
Bersikap ahistoris, karena seakan-akan Pemerintah pura-pura bodoh dalam memahami sejarah Freeport yang dimuali dari tahun 1967 sampai 2015 ini. Dimana Freeport telah menginjak-nginjak kedaulatan negara, mengakibatkan kerugian finansial dan mengabaikan hak-hak masyarakat local. Dalam lintasan sejarah, Freeport sudah terlalu banyak menikmati kekayaan yang seharusnya digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. Apalagi, Freeport hingga saat ini enggan untuk transparan berapa keuntungan yang diperoleh.
sepanjang sejarah, Inti dari eksistensi Freeport yang harus disoroti adalah, pola kontrak kerja sama dengan pemerintah dalam melangsungkan ekspansi bisnis di Indonesia berdasarkan kerangka penalaran Kontrak Karya. dengan menggunakan pola seperti ini, maka fungsi manajemen dan operasional terhadap tambang mineral Grusberg 100% berada ditangan Freeport. Pemerintah hanya menjadi penonton dan menerima Royalti yang tak seberapa. Artinya dalam konteks ini Indonesia kehilangan kedaulatan terhadap bukit emas itu. Akibatnya Freeport bebas aktif dalam mengekploitasi dan memberikan dampak kerugian finansial yang luar biasa bagi negara.
Misalnya Berdasarkan data Freeport-McMoran untuk pembukuan pendapatan Freeport tahun 2009 lalu US$ 5,9 milyar, lebi tinggi dibandingkan pendapatan Freeport yang beroperasi di AS US$ 4,8 milyar. Saat yang sama dengan pendapatan sebesar itu, Manfaat yang disetor kepada pemerintah hanya US$ 1,01 milyar. Kecilnya pendapatan itu disesuaikan dengan kesepakatan  royalty yang diperoleh negara untuk tembaga 1% dari hasil penjualan (jika harga jual di bawah US$ 0,9/pound) dan meningkat menjadi 3,5% (jika harga jual mencapai US$ 1,1/pound). Untuk emas dan perak masing-masing 1% dari harga jual.
Kenyataan ini semakin diperparah dengan pembangkangan Freeport untuk mematuhi kenaikan setoran Royalti 3,75% sejak 2003 lalu. kenaikan itu hanya akan dipatuhi ketika, pemerintah memberikan kepastian untuk perpanjangan kontrak. Permintaan itu telah dipenuhi oleh SBY dengan memasukan kepastian perpanjangan kontrak 2x10 tahun  Juli 2014 lalu. Namun Freeport belum juga mau patuh.
Di saat yang sama dalam Perhitungan IHCS dari tahun 2003-2010, kerugian negara karena Freeport hanya membayar royalti emas 1% adalah sebesar US$ 256 juta. Padahal Ada produk ikutan yang bisa dijual, selain emas,perak dan tembaga. Antara lain belerang. Namun atas potensi penerimaan ini, Negara tidak mendapatkan apa-apa karena tidak diatur dalam Kontrak Karya. Penjualan produk ikutan tersebut mutlak menjadi hak Freeport. Hal ini sudah disinggung dalam laporan audit BPK mengenai pengelolaan PNBP atas pelaksanaan KK di Freeport tahun 2004-2005
Sedangkan menurut  KPK, akibat molornya renegosiasi Kontrak Karya Freeport negara merugi sebesar US$ 169 juta dolar per tahun. Freeport setuju divestasi saham sebesar 30% kepada Pemerintah, pemda, BUMN atau BUMD, namun hal itu tak sungguh-sungguh direalisasikan. hal ini memang disengaja oleh Freeport, dengan alasan PP No 20 tahun 1994 yang menyatakan bahwa asing boleh menguasai 100% saham perusahan tambang. Padahal ketentuan ini bertentangan dengan KK yang mengharuskan divestasi hingga 51%.
Menariknya jika berkaca pada beberapa analisa disebutkan, Jika dilihat dari cadangan tembaga dan emas yang ada Mengingat kontrak Freeport akan berakhir pada 2021 dengan opsi perpanjangan 2 kali masing-masing 10 tahun, maka Indonesia tidak akan mendapatkan sisa-sisa tembaga dan emas apabila kontrak tersebut diperpanjang sampai dengan 2041 (dengan catatan tidak ada penemuan cadangan baru)
Freeport selama beroperasi juga sudah banyak melanggar keselamatan dan kesehatan kerja seperti insiden runtuhnya terowongan Big Gossan milik PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, pada 14 Mei 2013, yang mengakibatkan 28 orang tewas.Masalah lingkungan adalah masalah yang paling sering disorot. tanah adat 7 suku, diantaranya amungme, diambil dan dihancurkan pada saat awal beroperasi . Limbah tailing PT FI telah meniumbun sekitar 110 km2 wilayah estuari tercemar, sedangkan 20 – 40 km bentang sungai Ajkwa beracun dan 133 km2 lahan subur terkubur.
Saat periode banjir datang, kawasan-kawasan suburpun tercemar Perubahan arah sungai Ajkwa menyebabkan banjir, kehancuran hutan hujan tropis (21 km2), dan menyebabkan daerah yang semula kering menjadi rawa. Gangguan kesehatan juga terjadi akibat masuknya orang luar ke Papua. Timika, kota tambang PT FI , adalah kota dengan penderita HIV AIDS tertinggi di Indonesia. 
Mirisnya di saat Semua emas, perak, dan tembaga yang ada digunung tersebut telah dibawa kabur oleh asing, meninggalkan limbah beracun yang mencemari sungai-sungai dan tanah-tanah orang Papua yang sampai detik ini masih saja hidup bagai di zaman batu. 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhe9fE-a1rwI0nUrwBwEQjK1GdlxXHxP_Wwfu-4-NwWF7ectVqn7tuxfwr8wT4BVuO8dU5-wW3gvyXkAGbA2oi-SlPAnmhqOaZ4xzKZVMUeuQlWby7B8V1CA4HXG5rds6VXyEqsF7cBkH8G/s640/941908_315051108627514_485027100_n.jpg
Berdasarkan kesaksian seorang wartawan senior CNN yang berhasil meliput tambang Freeport dari udara dengan menggunakan helicopter, menemukan bahwa Freeport sama sekali tidak mau kehilangan emasnya itu, dan telah membangun pipa-pipa raksasa dan kuat dari Grasberg-Tembagapura sepanjang 100 kilometer langsung menuju ke Laut Arafuru dimana telah menunggu kapal-kapal besar yang akan mengangkut emas dan tembaga itu ke Amerika. Ini sungguh-sungguh perampokan besar yang direstui oleh pemerintah Indonesia sampai sekarang lewat regulasi demi regulasi.
Sungguh Freeport merupakan ladang uang haram bagi pejabat sejak tahun 1967 lalu. jika saat ini pemerintah telah memperpanjang izin ekspor, maka hal itu akan tetap berlangsung. Dan jika kontrak ekspansi bisnis hingga 2041 yang telah dipastikan dalam MoU oleh SBY pada Juli 2014 lalu itu disepakati oleh pemerintahan Jokowi pada 2019 nanti, maka sesungguhnya Freeport akan tetap menjadi ladang uang haram  pejabat hingga tahun 2041.
Saya kira kepastian itu akan diberikan oleh sang presiden, Indikatornya sederhana saja, dengan sengaja mengadu antar lembaga hukum KPK dan Polri, sebagai bagian dari operasi pengalihan isu publik dalam menyoroti kebijakan neoliberalismenya (perpanjang izin ekspor Freeport) sebagai konskuensi dukungan keterpilihannya sebagai presiden Indonesia, adalah dasar prediksinya. Lalu siapa yang peduli? Rakyat akan tetap gigit jari.
Jadi bisa dilihat, perpanjangan izin ekspor Freeport oleh pemerintahan JOKOWI merupakan satu agenda untuk tetap menjaga kepentingan Pihak asing dan Kroni-kroninya atas kekayaan bukit Grasberg papua. Ini semua terjadi karena Indonesia menggunakan paradigma liberal atau sekuler kapitalis ditambah rezim yang ternyata berperilaku layaknya jongos asing atau bahasa halusnya, antek asing, nurut perintah asing
Persolannya sederhana kita hanya perlu melepaskan diri dari cengkeraman Asing (Amerika) dan mau  menegakan kedaulatan ekonomi dibidang sector energy terkhusus tambang mineral, berdasarkan pertumbuhan ekonomi yang digerakan secara mandiri. Jika tidak ada keberanian maka selama itu  pula, kita akan hancur berantakan dan rumah kita akan senantiasa diacak-acak oleh Neoliberal ala Amerika atas nama Investasi dan utang.
Jujur berdikari sejati itu hanya ada dalam Islam. Silahkan saja membandingkan dan mencari sistem pengganti yang layak diterapkan untuk ummat manusia, maka akal kita akan  menjawab “itu adalah Islam”. Islam dengan seluruh aspek kehidupannya adalah sistem yang sempurna, secara normatif dan empirik sistem inilah yang paling unggul. Begitu juga ketika berbicara tentang bagaimana seharusnya tata kelola tambang minerba.
Lihatlah, Islam telah menjadikan minerba dan kekayaan alam yang melimpah lainnya sebagai milik umum, milik seluruh rakyat. Mewakili rakyat, negara harus mengelola kekayaan alam milik rakyat itu dan mengembalikan seluruh hasilnya untuk kepentingan rakyat. Rasul saw. bersabda:                                              
                                                                                 الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْمَاءِ وَالنَّارِ
Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad).
                Paradigma inilah sesungguhnya yang harus diterapkan ketika berbicara tentang kesejahteraan rakyat, dan paradigma ini hanya ada dalam sistem Islam. sesungguhnya tidak ada pilihan lain bagi bangsa ini, termasuk bagi para agen perubahan bernama mahasiswa selain memilih Islam, dan meletakannya secara utuh sebagai sebuah Ideologi pada tampuk kekuasan yang bernama Khilafah. Karenanya tetaplah melawan, tetaplah Islam dan tetaplah dijalur Revolusi.// E.Valero

Tidak ada komentar:

Posting Komentar